Singapura memang oportunis. Tanpa harus memiliki wilayah luas alih-alih kaya sumber daya alam, toh negara ini bisa paling makmur di Asia.
Boleh dibilang, ia hanya bermodal “keberuntungan” memiliki tetangga potensial tapi acap lengah berbenah. Dan celah itulah yang dimanfaatkan Singapura.
Lihat saja, tak lama setelah Temasek Holdings menginjeksi Rp 16 triliun ke PT Gojek Indonesia, otoritas bursa saham negara itu menyatakan akan membuka pintu pencatatan saham kelas ganda (dual class stock). Beleid itu akan keluar bersama regulasi dan insentif pasar modal yang dirilis Juni 2018.
Bagi Singapura, penguasaan dan pengelolaan sumber keuangan memang krusial. Negara ini hidup dan makmur dari jasa pengelolaan finansial. Lokasi usaha bisa tersebar di mana saja tapi keuangannya harus masuk sistem finansialnya.
Kalau masih ingat, satu tahun lalu perbankan swasta Singapura mati-matian mengadang program pengampunan pajak (tax amnesty) Indonesia, baik dengan cara halus maupun upaya kasar. Intinya, dia tak ingin uang keluar.
Skema dual class stock diyakini memberi keleluasaan yang disukai pengelola start up. Alhasil, Singapura ingin mengokohkan dirinya sebagai sentra pendanaan start up lewat beleid barunya itu.
Nah, banyak kalangan menilai, regulasi SGX bertujuan menjaring pencatatan saham perdana (IPO) perusahaan teknologi dan start up. Regulasi dual class stock ditengarai cara halus SGX menarik IPO sejumlah start up Asia di bursa Singapura. Termasuk yang dibidik adalah raksasa usaha rintisan yang berbasis di Indonesia, seperti GoJek, Traveloka, Bukalapak, serta Tokopedia.
Dengan kata lain, dual class stock SGX ibarat batu sandungan bagi otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berupaya menarik IPO baru termasuk IPO start up. Apalagi dalam banyak hal, terutama dari sisi perpajakan dan tawaran insentif, Singapura berani jor-joran.
Namun mari melihat sisi positifnya. Niat Singapura ini justru menegaskan betapa pentingnya Indonesia menghelat reformasi pajak. Yakni menerapkan pajak yang sederhana dan bersahabat, serta mendorong orang sadar membayar pajak tanpa merasa ditakut-takuti.
Hanya dengan reformasi pajak, Indonesia bisa membendung ekses negatif kebijakan negara lain. Moral ceritanya, jangan hanya menyalahkan Singapura sebagai tempat pelarian uang warga Indonesia, alih-alih sebagai kambing hitam atas kegagalan menghela reformasi pajak.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar