
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti curhat soal garam. Dia ngeluh, rekomendasinya terkait impor garam yang hanya 2,1 juta ton tak didengar pemerintah. Pemerintah malah membuka keran impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton.
Susi menuturkan, rekomendasi impor garam sebanyak 2,1 juta ton itu sudah disampaikannya sebelum impor garam diputuskan Kemenko Perekonomian. Jumlah itu direkomendasikan KKP lantaran Susi melihat stok garam yang ada saat ini masih mencukupi. Selain itu, potensi garam dari petani cukup bagus. Perkiraan produksi 1,5 juta ton, dan stok sisa sebanyak 340 ribu ton.
Saat musim kemarau basah pada 2017, para petani disebut masih bisa memproduksi garam 1,1 juta ton. Dengan demikian, besaran produksi diperkirakan bakal meningkat di tahun ini.
Hal itu disimpulkan setelah Susi melakukan survei ke lapangan, melihat para petani garam. “Hasil investigasi saya, itu garam petani bagus-bagus dan untuk garam konsumsi saja sudah lebih,” ungkapnya, kemarin. Namun, rekomendasi itu diabaikan. Dalam rakor yang dipimpin Menko Perekonomian Darmin Nasution, impor menggunakan data dari Kementerian Perindustrian sebesar 3,7 juta ton. Jumlah itu dinilai Menteri Susi berlebihan.
“Impor sampai 3,7 juta ton itu overrated. Sayangnya Kemenko dan Kemendag tidak mengindahkan rekomendasi dari saya. Rekomendasi kami tidak dipakai dalam rapat bersama dengan Kemenko Perekonomian,” keluh Susi.
Untuk diketahui, lantaran keputusan impor garam itu tidak melalui rekomendasi KKP, Komisi IV akhirnya mempersoalkannya. Impor garam itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Dalam Pasal 37 UU 7/2016 disebutkan, dalam hal melaksanakan impor garam, memerlukan rekomendasi KKP sebagai acuannya.
“Walaupun kami dilindungi undang-undang, tapi kalau ujungnya pelaksanaan tata niaganya tidak bisa memaklumi kami, susah juga,” ungkap Susi.
Dia menyebut, di satu sisi industri memang membutuhkan garam dalam jumlah besar agar bisnisnya bisa jalan. Tapi di sisi lain, petani garam dalam negeri akan terganggu jika garam impor nanti bocor keluar dari industri dan masuk ke pasar konsumsi.
“Nanti harga garam mahal, salah Menteri Susi. Harga garam murah karena garam impor, salah Menteri Susi. Industri tidak jalan, salah lagi Menteri Susi. That’s a problem,” keluh Susi lagi.
Susi mengakui, memang, jika mengimpor garam dengan jumlah sedikit akan menimbulkan kenaikan harga. Namun, menurutnya, hal tersebut akan berdampak baik kepada para petani garam. “Betul memang kalau diatur seperti itu harga akan naik menjadi Rp 1.000 sampai Rp 2.000 atau bahkan Rp 3.000. Tapi itu justru yang menguntungkan kepada petani. Jadi mohon dikoordinasikan untuk memastikan petani garam tidak dirugikan,” tegas Susi.
Susi juga meminta semua pihak tidak mempolitisasi kebijakan impor garam. Apalagi, sampai menyudutkan salah satu pihak dengan alasan produksi garam yang menurun. “Saya juga mohon ini juga tidak dipolitisir karena impor garam itu sudah jauh sebelum menteri KKP saya, dari sudah lebih dari 15 tahun kita impor garam,” ucapnya.
Dari rapat kerja yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB sampai pukul 15.15 WIB itu, Komisi IV cenderung setuju dengan argumentasi Susi. Mereka kembali menegaskan, semestinya impor garam dilakukan berdasarkan rekomendasi dari KKP. “Aneh saja saat Menko Perekonomian atau siapapun mengatakan bahwa KKP tidak perlu memberikan rekomendasi. Dalam hal ini, saya stand for Susi,” tegas anggota Komisi IV dari Fraksi PDIP Ono Surono.
Komisi IV akan melakukan Rapat Gabungan dengan Komisi VI DPR, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, KKP, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pusat Statistik dan PT Garam dalam rangka membahas kebijakan impor garam.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar