Beleid gross split tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Kotor (Gross Split) yang diterbitkan pada Januari 2017. Permen tersebut kemudian direvisi melalui Permen ESDM No 52 Tahun 2017 yang diterbitkan pada September tahun silam.
Pemerintah selanjutnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Pajak pada Kontrak Kerja Sama Skema Bagi Hasil Kotor (Gross Split), pada akhir tahun lalu. Bersamaan dengan terbitnya PP tersebut, pemerintah memutuskan untuk menutup lelang blok migas pada 29 Desember 2017.
Dalam skema gross split, komponen biaya tidak lagi menjadi beban negara, seperti dalam skema cost recovery, melainkan menjadi beban investor atau kontraktor. Dengan demikian, negara terbebas dari berbagai risiko dan lebih memiliki kepastian.
Sebagai contoh, ketika menggunakan skema cost recovery, bagi hasil untuk negara dibanding investor sebesar 85:15 untuk minyak dan 70:30 untuk gas. Namun, skema tersebut memasukkan komponen biaya yang harus diganti negara. Bagi hasil tersebut baru dihitung setelah biaya proyek migas dibagi dua antara negara dan investor.
Berdasarkan PP 53/2017, pemerintah memberikan sejumlah insentif fiskal dalam skema gross split, di antaranya perusahaan migas memperoleh penangguhan pembayaran pajak penghasilan (tax loss carry forward) selama 10 tahun dan pembebasan pajak-pajak tidak langsung. Pasal 18 Ayat 2 PP 53/2017 menyatakan, penghasilan kena pajak bagi kontraktor dihitung berdasarkan penghasilan neto dikurangi kompensasi kerugian.
Insentif lainnya diatur Pasal 25-27. Dalam Pasal 25 disebutkan, terdapat fasilitas fiskal yang bisa diperoleh kontraktor pada tahap eksplorasi dan eksploitasi sampai mulai produksi. Pertama, pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang (BM impor) yang digunakan selama kegiatan operasi. Kedua, pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 100% dari pajak terutang.
Insentif fiskal selanjutnya adalah tidak adanya pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terutang sehubungan dengan perolehan barang atau jasa kena pajak, impor barang kena pajak, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.
Insentif fiskal yang terakhir yaitu tidak dilakukannya pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan BM. PP 53/2017 juga menyatakan, biaya operasi yang mencakup kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan kategori lainnya yang telah dikeluarkan dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Berdasarkan catatan Investor Daily, sudah kali ketiga pemerintah memperpanjang masa lelang blok migas tahap pertama pada 2017. Lelang blok migas terus ditunda penutupannya karena menunggu diterbitkannya PP yang mengatur perpajakan kontrak migas gross split.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar