E-Commerce Kena Pajak, Bagaimana kalau Jualan di Sosmed?

https: img.okeinfo.net content 2018 01 30 320 1852216 e-commerce-kena-pajak-bagaimana-kalau-jualan-di-sosmed-sLhXik48G4.jpg

Pemerintah tengah mengatur rancangan perpajakan bagi pelaku e-commerce. Dalam aturan perpajakan ini, diantaranya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang perpajakan e-commerce.

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Aulia E Marinto, meminta pajak e-commerce dikenakan pada seluruh platform digital baik dalam negeri maupun luar negeri yang memiliki pasar di Indonesia. Pasalnya, aturan perpajakan terasa hanya untuk platform marketplace saja bukan hingga e-commerce berbasis media sosial.

“Intinya, perlakuan antara e-commerce market place dengan yang sosial media, dengan kehadirannya bahkan tidak di negara ini. Bukan hanya karena kantornya sudah ada di sini, lalu jadi beres. Aturan yang sama itu mutlak, supaya ada keseimbangan,” ujar Aulia di Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Aulia menjelaskan, jika tidak ada keseteraan pada pengenaan pajak, maka akan berimbas pada pergeseran pelaku e-commerce dari marketplace ke media sosial. Akibatnya, para pedagang tersebut akan lari dari marketplace ke media sosial.

“Ini marketplace yang sudah keluar dana besar, akan kehilangan. Lalu individu yang sudah bisa berjualan dengan marketplace mereka akan lari. Kalau lari ke medsos, tidak ada aturan dan keamanan seperti di marketplace,” paparnya.

Oleh sebab itu, dia meminta untuk pemerintah mengajak pelaku e-commerce mengatur perpajakan yang setara dengan seluruh platform. Pasalnya, saat ini mereka belum menerima draft terkait pajak e-commerce, hanya pernah duduk bersama menyampaikan masukan tanpa bersama mengatur perpajakan.

“Kami mau jadi mitra BKF (Badan Kebijakan Fiskal), DJP (Direktorat Jenderal Pajak) ayo sama-sama temukan solusinya. Bagaimana membuat aruran ini berlaku ke seluruh platform. Daripada ini hanya dikenakan sepihak saja,” ujarnya.

Adapun berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh IdEA terhadap 1.800 responden di 11 kota besar di Indonesia yakni terkait sebaran pelaku usaha di berbagai model platform, pelaku marketplace sebesar 16% sedangkan di media sosial sebesar 59%. Ke 11 kota tersebut yakni Yogyakarta, Makassar, Surabaya, Medan, Palembang, Pontianak, Balikpapan, Semarang, Solo dan Denpasar.

Senada, Ketua Bidang Pajak Cybersecurity Infrastruktur idEA Bima Laga mengatakan, dengan banyaknya pelaku e-commerce berbasis media sosial maka seharusnya pemerintah lebih mengarah kepada pelaku di media sosial, bukan seperti mengatur sistem perpajakan untuk marketplace.

“Kita hanya 16% yang gunakan platform marketplace. Jadi sasarannya kenapa yang dikit dulu. Sedangkan aturan ini, secara spesifik menekankan ke marketplace. Apakah member yang berjualan di marketplace nggak bayar pajak? Mereka bayar. Itu berapa kali saya clear kan ke DJP dan BKF. Sellernya kalau sudah lebih dari Rp4,8 miliar pasti bayarkan pajak,” jelas dia.

Menurut dia, ketakutan terbesar adalah peralihan ke paltform media sosial sehingga mengancam e-commerce platform marketplace. Menurutnya, pemerintah saat ini belum menemukan skema yang tepat untuk mengenakan pajak pada e-commerce platform media sosial.

“Sayangnya saya mereka belum menemukan cara mengollectnya. Online ritel sudah clear saat ini, tapi sosmed mereka belum bisa lakukan apa-apa Mereka tahu ada jual beli di sosmed. Tapi aturan ini keluar hanya untuk atur marketplace. Kalau ini dikeluarkan growthnya (marketplace) akan terhambat,” pungkasnya.

Sekadar informasi, saat ini aturan perpajakan masih digodok oleh Kementerian Keuangan. Salah satunya pemerintah akan menurunkan pajak e-commerce bersifat final sebesar 1% menjadi 0,5% yang berlaku bagi UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar dalam setahun.

Sumber : okezone.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar