Realisasi impor tembakau pada kuartal I-2018 hanya 24.700 ton, turun 4,25% dibandingkan tahun periode yang sama tahun lalu.
Jakarta. Kenaikan harga tembakau di pasar internasional membuat realisasi impor bahan baku rokok tersebut menurun pada kuartal I-2018. Kementerian Perdagangan (Kemdag) mencatat, volume impor tembakau pada periode Januari hingga Maret 2018 turun 4,25% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jika pada kuartal pertama tahun lalu impor tembakau mencapai sebanyak 25.800 ton, pada tiga bulan pertama tahun ini jumlahnya hanya 24.700 ton.
Namun pada periode yang sama, nilai impor tembakau sebesar US$ 159,5 juta. Angka itu lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2017 yang US$ 123,2 juta. “Volume impornya turun tetapi nilainya naik, artinya harga impornya yang lebih mahal,” ujar Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3), Kementerian Perdagangan (Kemdag) Kasan, akhir pekan lalu.
Menurutu Kasan, penurunan impor terjadi pada tembakau yang berasal dari Turki, China dan India. Sedangkan sampai akhir tahun, Kasan mengaku belum dapat memprediksi kondisinya. Pasalnya, kondisi tiga bulan awal ini belum menggambarkan kondisi pertembakauan nasional secara keseluruhan.
Apalagi pada tiga bulan pertama setiap tahun, siklus produksi tembakau nasional selalu minim karena belum masuk panen raya. Impor menjadi jalan satu-satunya yang dilakukan perusahaan rokok agar bisa berproduksi tanpa harus kekurangan bahan baku.
Harga rendah
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menyebutkan, penurunan impor tembakau pada kuartal I-2018 tak terlalu berdampak signifikan pada penyerapan tembakau lokal.
Menurutnya penurunan volume impor tembakau terjadi lantaran sebagaian industri rokok melirik produksi tembakau lokal untuk dijadikan campuran bahan baku. Dengan status hanya sebagai campuran inilah yang membuat harga tembakau lokal tidak bisa bergerak naik.
Saat ini, harga tembakau lokal ditingkat petani rata-rata hanya mencapai Rp 40.000-Rp 60.000 per kilogram (kg). Padahal semestinya pada musim tanam seperti saat ini, harga tembakau lokal bisa melambung tinggi dikisaran Rp 75.000-Rp 90.000 per kg. “Harga belum berubah karena pasar lokal baru bergerak pada September atau Oktober nanti,” jelas Soeseno.
Oleh karena itu, Soeseno juga belum dapat memprediksi prospek kenaikan harga tembakau sampai akhir tahun. Apalagi sampai saat ini, kebijakan impor tembakau masih dibahas oleh Kementerian Pertanian (Kemtan). “Aturan tata niaga belum terasa, kemarin baru rapat dengan Kemtan untuk menyusun Rekomendasi Impor Tembakau (RIT),” terangnya.
Soeseno menduga penurunan impor tembakau di tiga bulan pertama tahun ini bukan karena kebutuhan pabrik rokok yang menurun. Namun, karena banyak importir tembakau yang masih menggunakan kuota impor tahun 2017 lalu dan merealisasikannya pada awal tahun ini.
Pada tahun ini APTI memprediksikan produksi tembakau bisa mencapai 200.000 ton. Jumlah ini meningkat 25% dibandingkan realisasi produksi tahun 2017 yang hanya mencapai 160.000 ton.
Proyeksi produksi tembakau lokal sangat tergantung pada kondisi cuaca secara keseluruhan. Dengan produksi sebesar 200.000 ton,, diprediksi tahun ini impor tembakau masih tetap marak. Sebab, kebutuhan tembakau industri rokok mencapai 300.000 ton per tahun.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan Balasan