Ribuan lembaga keuangan sudah mendaftar untuk lapor pertukaran data.
LOMBOK. Tahun ini, Indonesia siap bergabung dalam Program Automatic Exchange of Information (AEoI). Ribuan lembaga keuangan juga sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti program pertukaran data keuangan secara otomatis antarnegara untuk keperluan perpajakan tersebut. Pertukaran data berlangsung mulai April 2018 untuk nasabah lokal, dan September 2018 untuk keperluan perpajakan tersebut. Pertukaran data berlangsung mulai April 2018 untuk nasabah lokal, dan September 2018 untuk nasabah asing.
Leli Listianawati, Kepala Sub Direktorat Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, mengatakan, Indonesia telah lolos penilaian untuk bertukar informasi secara resiprokal dengan negara lain atau pre-assessment. sebanyak 79 yurisdiksi siap sebagai partisipan dari total 146 negara yang berkomitmen melaksanakan AEoI.
Dari jumlah itu, 75 yurisdiksi sudah teraktivasi dengan Indonesia mulai 4 April lalu dalam multilateral competent authority agreement (MCAA). Ini memungkinkan pertukaran data keuangan antarnegara. Sedangkan untuk empat yurisdiksi lagi, perjanjian multilateral masih proses aktivasi dengan Indonesia. Tapi targetnya, selesai tahun ini juga.
Namun, dari 79 yurisdiksi tersebut, hanya 69 negara yang menjadi tujuan Indonesia untuk melaporkan informasi keuangan. Sementara 10 lainnya, sebanyak lima negara tak akan meminta informasi keuangan dari Indonesia lantaran mereka tidak mengenakan pajak. Lima negara itu: Bermuda, British Virgin Island, Cayman Island, Nauru Turks, Caicos Island.
“Pelaksanaan AEoI akan dievaluasi lagi pada 2020 mendatang, akan ada assessment keseluruhan, mulai regulasi, kerahasiaan, pemanfaatan informasinya, hingga dari sisi apakah Indonesia memberikan datanya sesuai standar atau ada yang tidak diberikan,” kata Leli dalam acara media gathering di Lombok, Kamis (19/4) lalu.
Dongkrak pajak
Sampai 18 April lalu, Ditjen Pajak mencatat ada 3.719 lembaga keuangan yang melapor secara mandiri ke Ditjen pajak ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengikuti program AEoI. Dari jumlah itu, sebanyak 3.642 sebagai pelapor, sementara 77 sisanya sebagai nonpelapor.
“Memang, ada yang nonpelapor dan pelapor. Pelapor ini wajib, kalau nonpelapor yang tidak diwajibkan untuk melapor. Kriterianya ada di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017, jelas Leli.
Lembaga keuangan yang masuk kategori pelapor di antaranya perbankan, perusahaan asuransi, manajer investasi, dan koperasi. Sementara itu, lembaga keuangan atau entitas lain yang masuk kategori nonpelapor diantaranya instansi pemerintah, organisasi internasional, bank sentral dan dana pensiun tertentu.
“Kalau tidak menerima pembayaran dari aktivitas dari usahanya tersebut sebagai nonpelapor, kecuali dia terima dari komersial,” terang Leli.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menyatakan, penerapan AEoI bakal menguntungkan kinerja lembaganya. Sebab, penerimaan pajak akan meningkat terutama pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 orang pribadi (OP).
Dengan pelaksanaan AEoI, Robert memperkirakan, realisasi penerimaan PPh perorangan tahun ini bisa mencapaiRp 10 triliun. Jumlah ini bertambah sebanyak Rp 2,17 triliun dari pencapaian tahun lalu yang hanya Rp 7,83 triliun.
Menurut Robert, keterbukaan informasi yang berlaku pada pertengahan tahun ini juga berpotensi mendongkrak angka rasio kepatuhan wajib pajak, sehingga menambah penerimaan. Tahun lalu, kepatuhan wajib pajak mencapai 72,6%.
Soalnya, penerapan AEoI menambah basis data di Ditjen Pajak. Semakin banyak data yang kantor pajak kantongi, maka petugas perpajakan lebih mudah mendeteksi ketidakpatuhan para wajib pajak yang nakal. Ditjen Pajak juga bisa mengakses aset-aset yang sengaja disembunyikan wajib pajak untuk menghindari kewajiban pajak.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pemeriksaan Pajak
Tinggalkan Balasan