Celah Setoran Pajak

Celah Setoran Pajak

Krisis ekonomi akibat pandemi virus korona (Covid-19) tengah mengintai Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2020 lalu sudah negatif 5,32% atau lebih buruk dari perkiraan awal di kisaran minus 3%-4%.

Para kuartal II-2020, kinerja pemerintah juga sangat buruk, lantaran konsumsi pemerintah minus 6,9% secara tahunan. Padahal belanja pemerintah jadi satu-satunya harapan bagi motor pertumbuhan saat swasta dan masyarakat tiarap karena kebijakan pembatasan sosial.

Sebagai gantinya pada kuartal III-2020 ini pemerintah berupaya bagi-bagi uang kepada semua sektor. Buruh dengan penghasilan di bawah Rp 5 juta sebulan akan dapat bantuan langsung tunai. Usaha super mikro yang selama ini dihindari perbankan juga dijanjikan dapat guyuran pinjaman tanpa bunga masing-masing Rp 2 juta, meskipun hingga kini belum jelas siapa saja yang masuk daftar penerimanya.

Tak kurang anggaran untuk penanganan virus Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun ini mencapai Rp 695,2 triliun atau 25% dari total belanja di APBN 2020. Padahal di sisi penerimaan tahun ini hanya Rp 1.699 triliun sehingga sisanya harus ditutup dengan utang.

Memang krisis telah membuat semua sektor usaha terkapar. Badan Pusat Statistik mencatat sektor usaha yang masih tumbuh pada kuartal II-2020 adalah informasi dan telekomunikasi (infokom) tumbuh 10,88%, pengadaan air 4,56%, jasa kesehatan 3,7%, real estat 2,3%, pertanian 2,19%, jasa pendidikan 1,21% dan jasa keuangan 1,03%.

Sektor yang masih tumbuh inilah yang diharapkan bisa menambah penerimaan pajak. Misalnya sektor Infokom dengan menjaring penyedia produk dan jasa digital asing yang jualan di Indonesia agar memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meskipun belum mengenakan pajak penghasilannya.

Kemudian sektor pertanian pangan, yang sebelumnya dianggap sangat minim setoran juga jadi incaran dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 89/PMK.010/2020. Hanya saja pemajakan produk pertanian ini bisa kontra produktif dengan rencana pemerintah untuk mendorong produksi pangan guna mencegah krisis pangan.

Meski skema hitungan tarifnya lebih kecil yakni 1% bagi produsen pertanian dengan omzet Rp 4,8 miliar. Akibatnya pemain besar yang ingin investasi ke sektor pangan termasuk food estate akan menghitung ulang rencana bisnisnya. Atau pelaku usaha yang saat ini beranjak besar pilih tetap skala kecil.

Sumber: kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: