
Hari ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati genap berusia 58 tahun. Bakti Sri Mulyani bagi pemerintahan Indonesia sudah berlangsung selama hampir 20 tahun, yang sebagian besar di posisi Menteri Keuangan.
Sri Mulyani, doktor ekonomi lulusan Universy of Illionois at Urbana-Champaigne, memulai karier di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid I di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 2004, Sri Mulyani diberi tugas sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Setahun kemudian, Sri Mulyani dipindah ke Lapangan Banteng untuk menjadi Menteri Keuangan. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menorehkan prestasi. Pada 2006, majalah Euromoney memberi anugerah Menteri Keuangan terbaik dunia.
Pada masa KIB I, salah satu prestasi Sri Mulyani adalah memperkenalkan program Sunset Policy di bidang pajak. Artinya, Wajib Pajak (WP) yang merasa belum atau kurang menyetor pajak bisa melakukan perbaikan. Cukup dengan membayar pokok pajaknya saja tanpa denda, semua kesalahan masa lalu diampuni.

Sunset Policy membuat WP yang selama ini tidak patuh menjadi masuk ke sistem perpajakan. Hasilnya, penerimaan pajak pada 2008 tumbuh 32,4%, jauh dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yaitu 18,71%. Tingkat pertumbuhan yang belum pernah tercapai sampai saat ini.
Sunset Policy menjadi tonggak reformasi perpajakan karena mampu menggandeng mereka yang selama ini belum tersentuh. Selepas Sunset Policy, pemerintah memiliki data perpajakan yang jauh lebih baik ketimbang sebelumnya.
“Pada saat Sunset Policy, semua WP melakukan koreksi terhadap keseluruhan kewajiban pajaknya. Nah, basis itu yang sekarang digunakan untuk memproyeksikan penerimaan pajak dari masing-masing WP. Tentu saja dengan asumsi bahwa apa yang disampaikan adalah paling akurat dan sesuai dengan kondisi WP tersebut,” papar Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan pada 2009.
Waktu berlalu, SBY kembali terpilih sebagai presiden periode 2009-2014. Sri Mulyani kembali dipercaya menjadi Menteri Keuangan.
Namun situasi tidak mendukung. Penyelamatan (bailout) Bank Century menjadi ‘bola liar’ yang masuk ke ranah politik. DPR sampai membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mendalami kasus ini, Sri Mulyani termasuk salah satu orang yang dicecar berbagai pertanyaan.
Tekanan politik yang begitu besar membuat Sri Mulyani memutuskan mundur pada Mei 2010. Dalam sebuah acara perpisahan yang mengharukan, Sri Mulyani mengucap kalimat yang dipopulerkan Arnold Schwarzeneger di film Terminator. “I’ll be back!” tegas Sri Mulyani kala itu.
Sri Mulyani melanjutkan karier di Bank Dunia. Di lembaga yang berkantor pusat di Washington DC itu, Sri Mulyani mengemban tugas sebagai Direktur Pelaksana.
Enam tahun menjadi ‘pekerja migran’, Sri Mulyani akhirnya mudik ke Indonesia. Peta politik sudah berubah, Joko Widodo (Jokowi) sudah menjadi presiden menggantikan SBY.
Pada Juli 2016, Jokowi resmi melantik Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menggantikan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro. Sekembalinya dari negeri orang, Sri Mulyani langsung mendapat tugas berat yaitu ‘mengawal’ program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty/TA) yang disusun oleh Bambang.
Seperti halnya Sunset Policy, TA memberi keringanan kepada WP yang merasa belum atau kurang bayar pajak. Cukup dengan membayar uang tebusan, selesai masalah.
Total pendapatan negara dari TA adalah Rp 134,99 triliun atau 1,08% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, prestasi Indonesia adalah yang terbaik.
Sedangkan total aset yang dideklarasikan bernilai Rp 4.881 triliun atau 39,5% PDB. Terdiri dari deklarasi dalam negeri Rp 3.697,94 triliun sementara deklarasi luar negeri Rp 1.036,37 triliun, dan aset yang direpatriasi adalah Rp 146,69 triliun.
Seperti Sunset Policy, TA juga menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang efektif. Kini semakin banyak WP yang sudah masuk di ‘radar’.
“Saya minta DJP (Direktorat Jenderal Pajak) untuk fokus menggunakan hasil Tax Amnesty dan data itu untuk meningkatkan penerimaan pajak kita,” kata Sri Mulyani.
Tiga tahun menjadi Menteri Keuangan di Kabinet Kerja 2014-2019, Sri Mulyani juga menggunakan keahlian terbaiknya yaitu mendisiplinkan anggaran. Pada 2018, defisit anggaran tercatat 1,76% PDB, terendah sejak 2011.

Melalui Pilpres 2019, Jokowi kembali terpilih menjadi presiden Indonesia periode 2019-2024. Sri Mulyani pun kembali terpilih sebagai Menteri Keuangan.
Lagi-lagi jalan tidak mulus. Namun kali ini masalahnya bukan gaduh politik, melainkan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu mengobrak-abrik seluruh sendi kehidupan rakyat dunia. Sebab, penyebaran virus corona coba diredam dengan pemberlakuan pembatasan sosial (social distancing).
Di Indonesia, ini dituangkan melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Awalnya, sekolah diliburkan, perkantoran non-esensial ditutup, perbatasan wilayah terlarang bagi warga asing, restoran tidak boleh melayani pengunjung yang makan-minum di lokasi, pusat perbelanjaan dilarang beroperasi, tempat wisata tutup, dan sebagainya.
Mulai Juni, pemerintah sedikit mengendurkan kadar PSBB. Namun belum bisa kembali normal 100%, karena belum boleh ada kerumunan manusia yang meningkatkan risiko penularan virus corona. Di Jakarta, misalnya, perkantoran, pusat perbelanjaan, restoran, dan tempat wisata sudah boleh menerima pengunjung tetapi dibatasi maksimal 50%.
Aktivitas ekonomi yang lesu membuat penerimaan pajak seret. Maklum, pajak adalah cerminan ekonomi karena pajak dibayarkan kala terjadi aktivitas ekonomi. Pajak Penghasilan (PPh) disetor saat Wajib Pajak membukukan pendapatan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang 10% itu ada saat terjadi transaksi.
Penerimaan pajak per akhir Juli tercatat Rp 601,9 triliun, ambles 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). “Penerimaan pajak yang sempat menunjukkan peningkatan pada Juni, kemudian melambat kembali pada Juli. Penerimaan pajak ini menggambarkan kondisi ekonomi nasional kita,” kata Sri Mulyani.
Dengan perkembangan ini, rasanya bukan hil yang mustahal resesi menghampiri Indonesia. Bahkan Sri Mulyani mengakui sulit untuk mengangkat ekonomi bahkan ke zona netral, apalagi positif.
Tugas berat kembali menanti Sri Mulyani. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah harapan untuk membawa Indonesia terhindar dari resesi. APBN harus menjadi pemantik, katalis, perangsang aktivitas ekonomi agar tidak terjadi kontraksi (pertumbuhan negatif).
“Melihat indikator Juli, downside risk tetap merupakan suatu risiko nyata. Outlook kami adalah 0% sampai -2% (untuk kuartal III-2020).
“Kunci utama adalah konsumsi dan invetasi. Kalau tetap negatif, meski pemerintah sudah all out, maka akan sulit masuk netral. Tidak bisa mendekati 0% dan bisa negatif kalau kelas menengah dan atas belum recovery,” ungkap Sri Mulyani.
Sepertinya Sri Mulyani tidak bisa bersantai merayakan ulang tahun. Selain larangan berkumpul karena sedang ada pagebluk, tugas Sri Mulyani terlalu berat untuk diabaikan.
Semangat, Ibu Ani!
Sumber: cnbcindonesia
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan Balasan