Ketentuan ini akan ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang sekarang sedang tahap penyusunan
JAKARTA. Ini bisa jadi kabar gembira bagi eksportir kakao. Pemerintah memastikan tidak akan menetapkan pungutan atas ekspor biji kakao dan produk turunannya.
Gamal Nasir, Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan), mengatakan, ketentuan ini akan ditegaskan dalam calon Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pengganti PP No 31/2007 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang Strategis. Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung (MA) membatalkan sebagian isi PP No 31/2007 tersebut.
Nah, beleid baru itu akan memisahkan hasil perkebunan yang bisa dikenai PPN 10%. Aturan ini juga akan menegaskan pungutan kepada petani dan perusahaan agribisnis harus dibedakan.
Gamal mengakui, kakao, kopi, dan karet banyak dikelola petani, sementara sawit banyak dikelola perusahaan. Nah, nanti akan dipisahkan berdasarkan kategori pengelola dan nilai ekspor yang dihasilkan per komoditas. “Tidak bisa disamaratakan harus ada pungutan ekspor. Rasanya juga tidak pas kalau dibebankan ke petani,” kata Gamal, kemarin.
Keputusan pemerintah yang tidak akan mengenakan pungutan ekspor disambut gembira oleh petani kakao. Pieter Jasman, Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) menyatakan, pungutan yang dilakukan pemerintah seharusnya memang hanya untuk komoditas perkebunan yang berorientasi ekspor.
Kondisi ini tak berlaku pada kakao, karena ekspor biji kakao terus turun. Penyusutan ekspor kakao ini karena tingginya penyerapan industri olahan kakao dalam negeri. Selain itu, kako sudah dikenakan bea keluar (BK) ekspor.
Pieter bilang, sejak awal petani kakao meyakini tidak akan ada lagi pungutan di luar itu. “Kalau ada pungutan lain tentu kami keberatan. BK 10% saja sudah berat. Sebab, 99% produksi kakao itu dari petani,” ujar Pieter, Selasa (7/4).
Ekspor turun
Data Ditjen Perkebunan Kemtan menyebut, ekspor biji kakao tahun 2014 hanya sebanyak 63.330 ton. Jumlah itu menyusut 66% dari ekspor tahun 2013 yang mencapai 188.400 ton. Bedanya, ekspor olahan kakao justru naik. Jika ekspor olahan kakao tahun 2013 baru mencapai 225.700 ton, maka di 2014 naik 20% menjadi 270.340 ton.
Tren peningkatan ekspor olahan diprediksi terus berlanjut seiring kenaikan kapasitas industri olahan kakao. Tahun ini, kapasitas terpasang pabrik olahan kakao tahun ini naik 80.000 ton menjadi 500.000 ton. Kenaikan kapasitas pabrik ini menyusul adanya tambahan tiga pabrik baru. Dengan demikian, total jumlah pabrik olahan kakao saat ini ada 12 unit.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan Balasan