RMOL. Rencana pemerintah menerapkan kebijakan Tax Amnesty harus mendapat perhatian yang luas dari masyarakat.
Apalagi, ada rencana memperluas cakupannya, hingga kepada para pelaku kejahatan finansial seperti korupsi dan pencucian uang.
Hal itu dikatakan anggota Badan Anggaran DPR RI, Nizar Zahro, kepada wartawan, Senin (22/2). Menurutnya, pengajuan RUU Pengampunan Pajak dan rencana tax amnesty bukan persoalan sederhana.
Nizar menyebut, selama ini sudah dua kali pemerintah mengeluarkan kebijakan Tax Amnesty yaitu tahun 1984 dan tahun 2008.
“Kebijakan Tax Amnesty tahun 1984 bisa dikatakan gagal total karena tidak diikuti oleh kebijakan lain terutama kebijakan perbaikan sistem administrasi perpajakan yang merupakan landasan dasar keberhasilan Tax Amnesty,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Lagipula, Nizar menambahkan, Tax Amnesty adalah kebihakan yang “paradoks” terhadap Target Penerimaan Pajak bila berpijak dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2015-2019 yang menetapkan peningkatan tax ratio sebesar 16 persen dan target pemerintah tahun 2015 yang menetapkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.296 triliun.
“Kebijakan Tax Amnesty ini sebenarnya bertolak belakang dari strategi pemerintah untuk mengenjot penerimaan pajak. Bila dilihat dari data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), ada sekitar Rp 77,3 triliun yang masuk ke dalam piutang pajak,” terang Nizar.
Artinya, lanjut dia, bila Tax Amnesty terwujud maka akan ada sebesar Rp 77,3 triliun piutang pajak yang bakal dianggap tidak ada. Jumlah ini sangat signifikan kalau dikonversi secara agregatif terhadap target penerimaan pajak tahun 2015.
“Jika melihat dari aspek kesiapan pemerintah dalam melakukan optimalisasi penerimaan pajak baik secara administrasi, regulasi, dan kapasitas SDM di Direktorat Jenderal Pajak sendiri, maka diberlakukannya Tax Amnesty akan berisiko terhadap pencapaian target penerimaan pajak,” ungkap Nizar.
Sumber: http://www.pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan Balasan