JawaPos.com – Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak siap diberlakukan pasca Lebaran. Di samping tax amnesty, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki upaya ekstensifikasi untuk menggenjot penerimaan.
Salah satu upaya ekstensifikasi yang dilakukan DJP adalah penerapan sistem geo-tagging untuk menandai para wajib pajak (WP) yang belum memiliki NPWP.
Sistem geo-tagging tersebut berjalan sejak Mei lalu. Hingga saat ini, sistem itu mencapai 1 juta titik yang akan diklarifikasi NPWP-nya.
Dari sini, akan terjaring WP baru yang belum pernah terdaftar sebelumnya. WP baru tersebut akan diimbau untuk mengikuti tax amnesty.
”Sudah hampir ada 1 juta titik (point of interest) di seluruh Indonesia,” papar Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dasto Ledyanto.
Kegiatan geo-tagging itu baru melalui tahapan pertama, yakni pelabelan.
Selanjutnya, akan dilakukan tahapan klarifikasi mengenai kepemilikan dan kesesuaian NPWP dengan jumlah usaha ataupun kepatuhannya melaporkan aset yang dimiliki dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak.
”Kegiatan tersebut diharapkan bisa menambah wajib pajak baru atau ekstenfikasi, terutama orang pribadi,” ujarnya.
Jika berdasar hasil temuan diketahui bahwa subjek pajak belum memiliki NPWP, mereka akan diimbau untuk membuat identitas wajib pajak itu.
Begitu pula jika diketahui ada usaha yang belum didaftarkan objek pajak. Bila subjek pajak enggan membuat NPWP, pegawai pajak akan mengirimkan surat imbauan dan diberikan tenggat 14 hari untuk menanggapi surat tersebut.
Supaya lebih efektif, DJP mengkaji teknologi yang memungkinkan petugas pajak untuk mengetahui informasi subjek dan objek pajak ketika melakukan pelabelan secara langsung dan mengombinasikannya dengan master file milik DJP.
Meski baru memasuki tahap pelabelan, lanjut Dasto, sebagian objek dan subjek pajak yang belum memiliki NPWP diimbau untuk mengikuti pengampunan pajak.
Percepatan itu dilakukan mengingat tax amnesty hanya berlangsung sembilan bulan. Sasaran utamanya, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) beromzet di bawah Rp 48 miliar.
Tarif tebusan 0,5 persen untuk harta yang dilaporkan mencapai Rp 10 miliar dan 2 persen untuk nilai harta di atas Rp 10 miliar dalam surat pernyataan.
Untuk mengembangkan sistem geo-tagging tersebut, ucap Dasto, DJP menggandeng Badan Informasi Geospasial tentang penerapan kebijakan satu peta (one map policy) yang memiliki 85 tematik.
Dengan begitu, pelabelan subjek dan objek pajak baru menjadi lebih mudah dan disesuaikan potensi wilayah. Misalnya, daerah perdagangan, industri, pertanian, dan kehutanan.
”Itu akan kami manfaatkan untuk kepentingan nasional. Misalnya, kami tag rumah orang, lalu ada mobil atau aset lain, difoto, kami ke lapangan,” imbuhnya.
Sumber: http://www.pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar