JAKARTA. Seluruh mata dunia kini mengarah ke Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) yang akan digelar Selasa (8/11). Apalagi, calon presiden dari Partai Republik Donald Trump dan dari Partai Demokrat Hillary Clinton memiliki kans yang sama besar.
Berdasarkan jajak pendapat lembaga survey di AS, hingga saat ini, keduanya masih bersaing ketat. Sulit memprediksi siapa yang akan memenangi pertarungan tersebut. Namun, apapun pilihan masyarakat AS dipastikan akan berdampak pada Indonesia.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan P. Roeslani mengatakan, para pengusaha lebih senang jika Hillary menang. Sebab, hubungan usaha Indonesia dengan AS tidak akan banyak berubah.
Sepanjang Clinton menjabat Menteri Luar Negeri, banyak kerjasama investasi Indonesia dan AS. Alhasil, jikka ia terpilih, kerjasama dua negara tidak banyak berubah.
Berbeda dengan Trump yang dinilai Rosan bakal menjadi tokoh antagonis bagi negara-negara berkembang jika terpilih. Beberapa pernyataan Trump cenderung ofensif dan tidak bersahabat dengan sejumlah pihak.
Karena itu, menurut Lana Soelistianingsih, ekonom dari Samuel Aset Manajemen, respons pasar akan sangat tidak nyaman jika Trump memenangi pilpres AS. Meski begitu, Lana melihat Indonesia justru akan diuntungkan.
Pelaku pasar yang tak yakin lagi dengan kondisi AS akan memilih masuk ke emerging market, salah satunya Indonesia. “Ketidakyakinan pasar akan tampak melalui capital inflow ke negara emerging market pada triwulan I dan II 2017,” prediksi Lana. Jika ini terjadi rupiah akan menguat. Masuknya dana-dana tersebut juga bisa mengangkat indeks saham gabungan atau IHSG.
Para investor itu akan masuk ke sektor-sektor komoditas di Indonesia. Apalagi, “Sekarang murah komoditas murah, seperti emas. Kalau harga emas naik akan berefek ke yang lain, khususnya minerba untuk Indonesia,” ujarnya.
Hanya, risiko lain juga mengintai. Perdagangan ke AS kurang bergairah. Ekspor ke negara Paman Sam bisa turun. Hanya, ini bisa terkompensasi dengan kenaikan harga komoditas. “Ini akan membantu ekspor, sebab 60% ekspor kita masih dari komoditas nonmigas,” tutur Lana.
David Sutyanto, Analis First Asia Capital melihat reaksi pasar AS terhadap pilpres ini mirip dengan pilpres Indonesia tahun 2014 silam. Keluarnya dana asing yang terjadi di akhir pekan lalu juga menunjukkan antisipasi investor. “Ada kandidat yang disukai dan tidak disukai,” ujarnya, Minggu (6/11).
David menghitung, jika Clinton terpilih, pasar saham AS bisa rebound sekitar 3%-5%. Sementara, jika Trump yang menang, pasar akan sedikit terkoreksi sekitar 5%-6%. Artinya, kenaikan ataupun koreksi tidak akan terlalu ekstrem. “Pasar akan kembali bergerak realistis setelah Pilpres AS usai,” ujarnya.
Schneider Siahaan, Direktur Strategis dan Portofolio Utang Kementerian Keuangan mengkhawatirkan jika Trump terpilih akan mengganggu rencana penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Hingga saat ini, investor masih menunggu sampai ada hasil pasti Pilpres di AS. “Kita lihat, ini ada kaitannya dengan investor melihat kondisi pemilu di AS,” ujar Schneider, Jumat (4/11).
Penulis : Asep Munazat, Adinda A, Narita I
Sumber: Harian Kontan, 7 Nov 2016
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar