Anggota Dewan Dukung KPK Periksa Aliran Dana Perusahaan Farmasi ke Dokter

Cangkok Ginjal Perdana RSUDZA Banda Aceh

Jakarta, ‎Anggota Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan aliran dana dari perusahaan farmasi ke rekening dokter sejumlah Rp800 miliar.

Diduga, aliran dana tersebut berkaitan dengan upah perusahaan farmasi kepada dokter yang telah memasarkan produk obatnya. Ribka memaklumi kompensasi dalam dunia marketing atau perdagangan. Namun, ia mengkritik jika komersialisasi masuk juga dalam dunia kesehatan.

“Fee tersebut merupakan tindakan melanggar hukum, bahkan mencederai nilai-nilai kemanusian. Dengan fee tersebut, dunia farmasi ingin mengendalikan dokter agar mau memberikan resep obat kepada pasien hanya dari produknya,” kata Ribka dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/9/2016).

Politikus PDI Perjuangan itu mengungkapkan, harga obat yang diresepkan oleh dokter berkali lipat dibandingkan obat generik. Sementara, pasien tak dapat memilih obat lain karena ‎otoritas memilih obat ada pada dokter.

“Pasien sangat dirugikan dalam hal ini,” ucapnya.

Ribka mengatakan bahwa kompensasi dari perusahaan ke dokter ini sudah lama dibiarkan oleh pemerintah. Tidak ada regulasi yang mengatur hal ini.

Ribka menyebutkan, sudah terjadi liberalisasi dan kapitalisme di bidang kesehatan. Kesehatan diserahkan kepada mekanisme pasar. “Sekarang ini dunia kesehatan setengahnya berjaminan sosial, setengahnya sistem pasar tanpa campur tangan negara,” ujarnya.

Ribka pun menepis anggapan bahwa dunia farmasi mengklaim itu obat paten. Sebagian besar merupakan obat generik yang hak patennya sudah hilang.

“Saya katakan itu obat generik bermerek. Dikemas lebih bagus dan diberi merek.  Atau hanya ditambah unsur lain agar ada tambahan khasiat. Tetapi harganya berkali-lipat lebih mahal daripada obat generik,” ucap Ribka.

Menurutnya, perusahaan farmasi sebenarnya dipersilakan membuat obat tanpa perlu bayar royalti. Hak paten dalam penemuan obat baru, kata Ribka, hanya berlaku selama 20 tahun. Setelahnya bebas dijiplak atau ditiru oleh perusahaan farmasi mana pun.

“Dalam konteks itu, seharusnya harga obat tersebut murah dan tidak merugikan pasien,” kata Ribka.

Sumber: Metrotvnews.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar