Perusahaan Batubara Bisa tertawa

8d84e-2069537_batubara-preview1

Kinerja perusahaan terbantu naiknya harga.

Perusahaan batubara kian sumringah lantaran harga batubara terus berada dalam tren positif. Nasib industri pertambangan batu hitam pun berangsur membaik. Meskipun belum kembali ke era kejayaan. Di dalam negeri, paling tidak ada dua sinyal yang memperlihatkan peruntungan tengah berpihak ke industri batubara tahun ini. Pertama, setelah mencapai titik-titik terendahnya pada Februari 2016 di US$ 50,92 per ton, harga batubara acuan (HBA) mulai merangkak naik.

Pucaknya pada 1 November 2016 hingga 30 November 2016, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan HBA sebesar US$ 84,89 per ton. Ini adalah harga acuan tertinggi sejak Maret 2013. Pada saat itu HBA berada di US$ 90,09 per ton. Setelahnya harga acuan berangsur-angsur turun beriringan dengan prospek industri batubara nasional yang memasuki masa senja.

Kedua, kinerja perusahaan tambang batubara makin mencorong. Yang paling gampang, tengok saja laporan keuangan perusahaan batubara yang melantai di Bursa Efek Indonesia.

Pada kuartal III-2016, sebagian besar emiten batubara menunjukkan perbaikan kinerja. Ada emiten yang berhasil mengikis kerugian dengan signifikan. Contohnya PT Golden Eagle Energy Tbk. Perusahaan milik Grup Rajawali itu memang masih merugi Rp 10,08 miliar. Namun kondisi tersebut sudah separuh lebih baik lantaran pada periode kuartal III-2015 emiten berkode SMMT itu merugi hingga Rp 38,7 miliar.

Ada juga perusahaan yang keuntungannya naik berkali-kali lipat. Sebagi contoh, longok saja rapor keuangan PT Harum Energy Tbkk. Laba bersihnya terbang 975% dari sekitar US$ 1 juta menjadi sekitar US$ 10,75 juta.

Pertanyaannya, akankah nasib baik terus berpihak bagi industri batubara? Sharlita Malik analis Samuel Sekuritas menyebut, lonjakan harga batubara tidak serta merta membuat kinerja perusahaan batubara hingga akhir tahun juga melompat tinggi.

Penyebabnya, sebagian perusahaan sudah mengikat kontrak dengan harga yang disepakati pada awal tahun 2016. Dengan begitu, kenaikan harga dalam beberapa bulan terakhir tidak akan langsung berdampak terhadap kinerja mereka.

Jika membedah rapor sebagian perusahaan batubara, pendapat Sharlita ada benarnya juga. Penopang utama kenaikan laba atau penurunan rugi perusahaan rugi batubara sementara ini bukanlah dari bertumbuhnya nilai penjualan. Golden Eagle Energy misalnya, sangat diuntungkan dengan keuntungan kurs yang mencapai sekitar Rp 6,9 miliar. Sementara Harum Energy bisa mencetak kenaikan laba bersih yang cemerlang lantaran berhasil melakukan efisiensi.

Hal serupa juga terjadi di PT Adaro Energy Tbk. Per September 2016 pendapatan usaha perusahaan ini turun 16% menjadi US$ 1,77 miliar. Namun laba bersihnya malah naik 16% menjadi US$ 1,77 miliar. Namun laba bersihnya malah naik 16% menjadi 209,1 juta. Kalau dibelejeti, Adaro masih bisa menangguk untung besar karena beban pokok perusahaan tersebut turun 21,6%.

Sementara dari sisi harga jual rata-rata, Adaro belum lagi diuntungkan kenaikan harga batubara belakangan ini. “Harga jual rata-rata menurun 14%, Sebagian kontrak penjualan batubara Adaro mencapai kesepakatan harga di awal tahun,” ujjar Sekretaris Perusahaan Adaro Energy, Febrianti Nadira.

Momentum harga

Perempuan yang akrab disapa Ira, itu mengaku, pihaknya juga tidak memanfaatkan momentum kenaikan harga dengan menggenjot penjualan. Tidak ada perubahan target produksi tahun 2016 yang sejak awal sudah dipatok sebanyak 52 juta ton hingga 54 juta ton . adaro, imbuh Ira,lebih memperhatikan tingkat cadangan batubara untuk kebutuhan jangka panjang ketimbang mengejar momentum kenaikan harga.

Langkah serupa juga ditempuh PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA). Direktur perusahaan itu, Arthur Simatupang menyebut, pihaknya masih setia dengan target produksi 7 juta ton tahun ini. Perusahaan milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, itu juga memilih menjaga cadangan batubara mereka yang mencapai 147 juta ton.

Meski begitu, bukan berarti semua perusahaan batubara berdiam diri dan hanya menonton kenaikan harga. Roza Permana Putra, Direktur Utama PT Golden Eagle Energy menyebut, pihaknya akan menggenjot volume produksi guna memanfaatkan kanaikan harga batubara. Dengan begitu, kinerja mereka di kuartal terakhir 2016 diharapkan bisa terkerek.

Hingga September 2016 saja, produksi batubara SMMT sudah naik 25% (year on year) menjadi 800.000 ton. Sepanjang tahun ini targetnya bisa menambang 1,2 juta ton batubara. Asal tahu saja, tahun lalu produksi batu hitam Golden Eagle cuma 766.000 ton.

Perusahaan batubara milik Aburizal Bakrie yang kini tengah mendapat sorotan terkait restrukturisasi utangnya, PT Bumi Resourses Tbk juga ikut menggenjot produksi. Menurut Dileep Srivastava, hingga bulan September 2016, penjualan batubara September 2016, penjualan batubara Bumi naik 10,7% menjadi 64,6 juta ton.

Direktur Bumi Resources itu menyampaikan, kenaikan volume penjualan dan produksi dilakukan oleh PT Arutmin Indonesra dan PT Kaltim Prima Coal (KPC). Keduanya adalah anak usaha yang selama ini menjadi andalan bagi Bumi Resources.

Strategi yang berbeda diterapkan PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Adib Ubaidillah bertutur, pihaknya tidak bisa sertamerta mengantrol volume produksi demi memaksimalkan momen harga bagus. Salah satu penyebabnya, Bukit Asam tidak bisa sontak menambah kapasitas kereta api pengangkut batubara.

Dus, alih-alih bermain di sisi volume, kenaikan harga dimanfaatkan perusahaan pelat merah itu untuk melakukan pertukaran (switching) jenis batubara yang diekspor. “Tadinya batubara kalori tinggi yang diekspor. Sekarang batubara kualitas tinggi disimpan dulu, karena jumlahnya tidak banyak,” ujar Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk.

Ketimbang mengekspor batu hitam dengan kadar kalori 6.400 kkal/kg, pihaknya lebih memilih mengekspor batubara berkalori menengah dengan kadar 4.000 kkal per kg hingga 5.000 kkal per kg. Alasannya saat ini harga jual rata-rata batubara dengan kalori menengah, misalnya 5.000 kkal/ kg sudah mencapai US$ 50 per ton.

Harga segitu sudah hampir menyamai harga jual rata-rata batubara kalori 6.400 pada tahun lalu. “Ekspor batubara kalori menengah ini sudah dilakukan di China, India, Taiwan, dan Malaysia. Jepang juga mulai minta yag 5.000 kkal/kg,” tukasnya.

Tetap efisien

Untuk penjualan di dalam negeri, Bukit Asam tidak berharap berkah kenaikan harga bakal didapat tahun ini. Sebab, penjualan domestik memang dialokasikan untuk memasok kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN ) dan anak-anak usahanya. Harga jual untuk sepanjang tahun sudah dipatok sejak awal 2016.

Namun untuk tahun depan pihaknya berharap berkah tersebut bisa diraih. “HBA Oktober, November, Desember 2016 naik, otomatis harga tahun depan akan lebih baik dari tahun ini. Target kita kenaikannya mungkin di atas 20%-30%,”  kata Adib.

Secara rata-rata, harga batubara tahun depan memang diharapkan bakal lebih tinggi ketimbang tahun ini. “Tahun depan ekspetasi rata-rata US$ 70 per ton. Tahun ini rata-rata antara US$ 68 per ton,” ujar Sharlita.

Hal ini diyakini akan menopang kinerja perusahaan batubara di Indonesia tahun depan. Namun kuncinya tetap ada di kebijakan pemerintah Tiongkok. Yakni  selama Negeri Tirai Bambu itu masih mempertahankan kebijakan pengurangan produksi batubara.

Kalaupun Tiongkok berubah sikap, perusahaan tambang masih bisa berharap pada strategi efisien. Jurus ini sudah terbukti ampuh, mulai dari menyelamatkan perusahaan batubara hingga membuat mereka mampu meraup untung.

Plus, berharap harga minyak tahun depan tidak memberontak naik. Bukan apa-apa, biaya paling besar dari aktivitas penambangan batubara, imbuh Sharlita, disumbang oleh biaya bahan bakar.

Jadi masih cerah,  ya ?

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar