
Masalah pajak akan menjadi poin krusial peta jalan e-commerce.
Ingin lihat handphone baru yang lagi hits? Sudah merasa saatnya ganti kendaraan? Ingin makan menu di resto langganan? Kalau anda memutuskan keluar rumah untuk melakukan semua aktivitas tersebut, bisa dibilang anda sudah ketinggalan jaman. Maklum, sekarang hampir semua bisa didapatkan lewat internet.
Cukup nyalakan gadget anda, lakukan transaksi, barang pun sampai ke rumah. Bukan cuma memesan barang. Sekarang, mencari angkutan umum hingga, mencari pasangan hidup, sudah bisa dilakukan via online. Jangan heran, kalau bisnis perdagangan online atau e-commerce sangat menjanjikan.
Ya, e-commerce menjadi bisnis paling menggiurkan di saat ini dan masa depan. Tahun ini saja, kalau menurut Frost & Sullivan, besaran pasar e-commerce dalam negeri mencapai US$ 1.85 miliar, atau sekitar Rp 25,9 triliun. Sementara kalau menurut Moody Analitics & Visa, nilai pasar e-commerce domestic sudah lebih besar lagi, yakni di atas Rp 100 triliun.
Dengan pertumbuhan pendapatan per kapita dan pertambahan jumlah pengguna internet yang harus meningkat, nilai pasar tadi akan semakin menggiurkan. Makanya, pemerintah berniat mengembangkan bisnis e-commerce agar tumbuh semakin pesat. Caranya, dengan merumuskan peta jalan (roadmap) bisnis e-commerce atau sistem perdagangan nasional berbasis elektronik.
Roadmap industri e-commerce ini tertuang dalam paket kebijakan ekonomi jilid ke-14. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, peta jalan tersebut disusun karena pemerintah menargetkan Indonesia bisa menjadi negara digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Ini bukan target mengada-ada lo.
Indonesia saat ini menjadi salah satu bangsa pengakses media sosial, bangsa pengguna internet dan bangsa pengguna smartphone terbesar di dunia. Dengan modal ini, pemerintah menargetkan dapat menciptakan seribu technopreneures dengan valuasi bisnis US$ 10 miliar dan nilai pasar e-commerce bisa mencapai US$ 130 miliar pada 2020.
Kementerian Koordinator Perekonomian menjadi pemegang tongkat komando dalam penyusunan peta jalan ini, dengan melibatkan stakeholders dari pemerintah dan industri. Kementerian yang terlibat misalnya Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Selain itu, ada juga Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PT Pos Indonesia, Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), serta Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia (Aperindo). Peta jalan tersebut rencananya akan mengambil bentuk sebagai Peratuuran Pemerintah (PP).
Roadmap e-commerce akan mencakup tujuh aspek penting, yaitu pendanaan atau funding, perpajakan, perlindungan konsumen, infrastruktur komunikasi, logistic, edukasi, dan sumber daya manusia, serta keamanan siber (cyber security).
Menurut Fetnayeti, Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemdag, saat ini rancangan PP tersebut sudah ada di Kementerian Hukum dan HAM untuk diharmonisasi. “Sehingga pelaksanaannya bisa di mulai awal 2017,” kata dia.
Industri e-commerce akan dikenakan pajak final terhadap omzet yang diperoleh
Insentif Fiskal
Pemerintah sendiri menetapkan tiga inisiatif prioritas yang akan dijalankan selama tiga hingga enam bulan pertama sejak peta jalan mulai disahkan. Prioritas pertama adalah aspek regulasi dan administrasi. Misalnya membentuk satuan tugas yang berfungsi sebagai project management office atau kantor untuk e-commerce.
Ada juga rencana pembukuaan keran investasi di ranah bisnis ini. Pemerintah akan mengkaji mana aspek industri yang masih masuk di dalam daftar investasi negatif (DNI). Prioritas ketiga adalah pendanaan. Pemerintah akan mencari cara supaya pelaku bisnis online bisa memperoleh pinjaman dari perbankan atau pemerintah seperti kredit usaha rakyat (KUR).
Yang tidak kalah penting, pemerintah juga akan merumuskan formulasi pemajakan yang tepat untuk industri e-commerce. Rencananya, aka nada penyederhanaan mekanisme perpajakan bagi startup e- commerce yang nilai omzetnya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Mekanisme yang sederhana itu kemungkinan adalah pengenaan pajak penghasilan (PPh) final terhadap omzet pelaku usaha.
Selain itu, aka nada insentif pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di startup. Ini aka diharmonisasikan dengan rencana untuk menerbitkan aturan soal skema injeksi modal dari investor e-commerce, baik angel investor (investor pribadi) atau seed capital yang setoran modalnya di bawah US$ 25 juta.
Aspek lain dari beleid e-commerce ini adalah sistem pembayaran. Ini akan menjadi tugas BI untuk menjamin pelaksanaan pembayaran transaksi e-commerce yang lebih aman dan efisien. Sebagai langkah awal, BI sudah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemprosesan Transaksi Pembayaran.
Melalui ketentuan tersebut, BI mengatur, memberikan izin dan mengawasi penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang dilakukan oleh principal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, serta penyelenggara transfer dana dan penyelenggara dompet elektronik.
Catatan penting, BI membatasi porsi kepemilikan asing dari usaha penyelenggaraan sistem pembayaran maksimal 20%. Artinya 80% saham harus dimiliki oleh warga negara Indonesia atau memiliki badan hukum Indonesia.
Persiapan logistik
Sementara untuk prioritas jangka panjang, pemerintah akan merumuskan logistik e-commerce. Pemerintah bakal menggabungkannya dengan cetak biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang telah ada. Teknisnya, pemerintah berencana mendirikan perusahaan kurir nasional pelat merah yang akan menjadi pelaksana aspek pengirim e-commerce.
“Dari sisi logistic, kita tahu cost of logistic di Indonesia paling mahal yaitu 27% dari total biaya. Rencanaya PT Pos Indonesia akan mereposisi fungsinya untuk masalah ini,” kata Rudiantara. Ia mengaku sudah membahas masalah ini dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
Ketua Umum idea Aulia Marinto menyambut positif dan mengapresiasi langkah pemerintah untuk merumuskan peta jalan e-commerce. IdEA bahkan merespon langsung dengan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang menangani masing-masing bidang tertentu sesuai dengan tujuh aspek penting sasaran kebijakan tersebut.
IdEA juga membentuk satu komite khusus yang berfungsi sebagai penyelaras dari setiap masukan yang dihasilkan oleh masing-masing Pokja untuk kemudian diusulkan dan dirundingkan dengan pemerintah.
“Mereka terdiri dari pengurus dan para anggota IdEA yang bersedia untuk berkontribusi dan berpartisipasi demi menghasilkan masukan yang prehensif dan sesuai dengan kebutuhan industri,” uarnya.
William Tanuwijaya, Chief Executive Officer (CEO) Tokopedia berharap kebijakan ini bisa menciptakan level of playing field yang setara. “Roadmap ini harapannya bisa sebagai landasan bagi industri digital. Kami berharap aturan ini bisa ditegakkan tanpa terbang pilih dan setara,” ujarnya.
Aspek pentig dalam kesetaraan ini misalnya, dalam masalah pajak. Ia mengharapkan baik pemain lokal maupun pelaku usaha asing harus mendapat perlakuan yang sama. Hal ini supaya industri dan pemain lokal bisa bertumbuh secara global. Industri mengaharapkan pemerintah hati-hati merumuskan aspek fiskal e-commerce.
Sukan Makmuri, Chief Technology Officer (CEO) Kudo, juga menilai masalah perpajakan jadi poin krusial. Ia meminta, ada baiknya pemerintah belajar formula pemajakan dari negara-negara yang industri digitalnya sudah lebih baik, seperti Amerika Serikat (AS).
Pada tahun 90-an saat industri digital AS baru lepas landas, negara bagian dan pemerintah federal memilih menunda untuk mengenakan pajak. “Kita tidak tahu apakah kebijakan AS waktu itu benar atau salah, tapi kita bisa lihat hasilnya sekarang, industri digital semakin tumbuh subur,” ujar dia.
Industri juga meminta pemerintah memikirkan secara serius aspek logistik. Sebab, Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas. Perlu ada solusi untuk mengurangi beban biaya logistik agar e-commerce makin efiesien dan efektif.
Penulis : Merlinda Riska, Amal Ihsan Hadian
Sumber : Tabloid Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar