Kejaksaan Agung Kalah Di Sidang Praperadilan

10

Kejaksaan Agung kalah dalam sidang praperadilan penyidikan kasus faktur dan restitusi pajak fiktif PT Mobile 8 Telecom. Penyidikan kasus ini dinyatakan tidak sah.

Pengadilan Negeri Jakarta mengabulkan mengabulkan gu­gatan praperadilan yang diajukan dua tersangka kasus itu, Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai, Kejaksaan Agung tidak berwenang menyidik res­titusi pajak. Yang berwenang menyidiknya adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Pajak.

“Menurut hakim praperadi­lan bahwa itu masalah pajak yang penyidikannya adalah ke­wenangan penyidik perpajakan, bukan Kejaksaan,” jelas Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna

Made mengatakan, pertim­bangan hakim sudah sesuai dengan ketentuan. “Jadi jaksa tidak berwenang karena di per­pajakan punya penyidik sendiri, ini menurut hakim praperadilan­nya,” katanya.

Tak hanya itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menya­takan penetapan tersangka Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria, tidak sah.

“Menyatakan penetapan ter­sangka tidak sah dan batal demi hukum dan memerintahkan Kejaksaan untuk menghentikan penyidikan,” kata Made meng­utip amar putusan praperadilan.

Bagaimana reaksi Kejaksaan atas kekalahan dalam praperadilan ini? “Kita hormati putusan hakim praperadilan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Muhammad Rum.

Menurut dia, masih ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan Kejaksaan. Salah satunya mener­bitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru. “Kita pelajari putusannya. Lalu kita akan terbitkan sprindik baru,” tandasnya.

Rum menegaskan, penetapan status tersangka kepada Hary dan Anthony sudah dengan bukti yang cukup. Penyidikan kasus ini pun dilandasi sejumlah alat bukti.

Salah satunya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyimpulkan adanya kerugian negara. “Ini kan bukan kasus pajaknya. Tapi ada tran­saksi fiktif,” katanya.

Keterangan ahli dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak juga menyatakan, adanya unsur ko­rupsi dalam restitusi pajak PT Mobile-8.

Rum belum bisa memastikan kapan Kejaksaan akan mener­itkan sprindik baru kasus ini. “Tunggu saja. Segera diterbitkan,” kata bekas Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu.

Kasus yang menjerat Anthony terjadi ketika dia men­jadi Direktur sekaligus Chief Financial Officer (CFO) PT Mobile 8 Telecom.

Penyidik gedung bundar Kejaksaan Agung menemukan adanya transaksi fiktif antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) kurun 2007-2009 yang mencapai Rp 80 miliar.

PT DNK adalah salah satu distributor Mobile 8. Perusahaan yang berdomisili di Surabaya itu seolah-olah melakukan peme­sanan voucher pulsa kepada Mobile 8.

Guna kelengkapan administrasi, Mobile 8 mentransfer uang Rp 80 miliar ke rekening PT DNK. Uang itu ditransfer, Desember 2007 dalam dua tahap, Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar. Uang itu mengesankan PT DNK punya modal untuk melakukan pembelian sehingga bisa melaku­kan transaksi perdaganganantar kedua perusahaan.

Lalu, Mobile 8 membuat in­voice atau faktur fiktif, yang seolah-olah terdapat pemesanan voucher pulsa dari PT DNK. Padahal, PT DNK tak pernah menerimanya.

Pertengahan 2008, PT DNK lagi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai Rp 114.986. 400.000. Sama seperti sebelumnya, PT DNK tak bertransaksi dan menerima voucher pulsa dari Mobile 8.

Faktur-faktur yang diduga fik­tif, yang diterbitkan oleh Mobile 8 itu lalu digunakan untuk men­gajukan mengajukan kelebi­han pembayaran pajak (resti­tusi) kepada Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa Jakarta.

Tahun 2009, Mobile 8 meneri­ma pembayaran restitusi sebesar Rp 10.748. 156. 345. Perusahaan ini seharusnya tak berhak menerima restitusi, sehingga negara dirugikan.

Dalam kasus ini, penyidik gedung bundar turut menetapkan Direktur Utama PT DNK, Hary Djaja sebagai tersangka.

Kejaksaan kerap kalah dalamsidang praperadilan. Bahkan dalam kasus La Nyalla Mattalitti, Kejaksaan keok sampai tiga kali.

Menyikapi putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang membatal­kan status tersangka La Nyalla, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menerbitkan surat perin­tah penyidikan (sprindik) baru.

Kepala Kejati Jawa Timur Maruli Hutagalung mengatakan mencabut status tersangka dan daftar pencarian orang terhadap Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti.

Hal itu dilakukan setelah gu­gatan praperadilan La Nyalla atas penetapan tersangka kasus korupsi dana hibah dikabulkan Pengadilan Negeri Surabaya.

“Semua status, baik tersangka, cekal (cegah dan tangkal) dan daf­tar pencarian orang kita cabut. Kita terbitkan surat cegah dan sprindik (surat perintah penyidikan) baru,” ujar Maruli, 12 April 2016.

Maruli bersikeras akan me­netapkan La Nyalla sebagai tersangka meski yang bersang­kutan menempuh praperadilan lagi. Menurut dia Kejaksaan tidak mau menyerah sebelum pokok perkara kasus dugaan korupsi dana hibah itu disidangkan. “Silakan saja (praperadi­lan) sampai semua hakim di Pengadilan Negeri Surabaya menyidangkan,” ujar Maruli.

Ihwal kapan sprindik baru diterbitkan, Maruli enggan menyebutkan waktu tepatnya. Yang jelas, kata Maruli, jaksa berkeinginan membawa kasus korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur itu ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Maruli praperadilan hanya memeriksa administrasi saja, adapun pokok perkara juga harus diperiksa.

Maruli juga memilih tidak me­nempuh upaya peninjauan kem­bali karena memakan waktula­ma. Bagi dia penerbitan sprindik baru adalah langkah tepat untuk menyikapi kekalahan di praperadilan. “Kalau peninjauan kem­bali nanti sampai satu tahun, keburu saya pindah lagi.”

Maruli menilai majelis hakim Pengdailan Negeri Surabaya tidak adil. Sebab saksi fakta yang diajukan Kejaksaan ditolak oleh hakim. Padahal saksi fakta itulah, kata Maruli, yang menemukan bukti penyelewengan dana hibah oleh La Nyalla.

“Mengapa pada kasus korupsi PT Garam majelis hakim menerima saksi fakta dan pada kasus dana hibah tidak,” ujar dia.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada tanggal 16 Maret 2016 menetapkan La Nyalla Mattaliti sebagi tersangka korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur untuk membeli saham perdana di Bank Jatim tahun 2012 sebesar Rp 5,3 miliar. Keuntungan yang didapat dari pembelian saham itu sebesar Rp 1,1 miliar.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, La Nyalla mengaju­kan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya untuk mencabut penetapannya sebagai tersangka dan menya­takan itu tidak sah. Permintaan La Nyalla itu dikabulkan oleh Hakim Tunggal Ferdinandus pada persidangan putusan praperadilan Selasa, 12 April 2016.

Salah satu anggota tim kuasa hukum La Nyalla, Mustofa Abidin mengatakan, sudah ada tiga putu­san Pengadilan Negeri Surabaya yang membatalkan sprindik Kejati Jatim. Yakni putusan hakim praperadilan 7 Maret 2016, 12 April 2016, dan 23 Mei 2016

“Kejaksaan Tinggi Jatim yang tidak patuh pada putusan hukum. Semuanya jelas dan gamblang menyatakan bahwa perkara ini tidak dapat disidik kembaliantara lain karena sudah tidak ada keru­gian negara,” kata Mustofa.

La Nyalla akhirnya ditahan di Kejaksaan Agung. Persidangan kasusnya pun digelar di Jakarta, bukan di Surabaya. Hingga kini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta masih menyi­dangkan perkaranya.

Sumber:

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar