Pemerintah Kaji Penerapan Skema Impor Kombinasi

index

JAKARTA. Pemerintah tengah mengkaji skema impor baru. Dalam skema baru ini, pemerintah rencananya akan mengkombinasikan antara skema kuota  dan tarif. Kebijakan itu akan tertuang dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) kini wacana penerapan skema impor itu masih digodok oleh seluruh kementerian/lembaga dan pihak-pihak terkait. “Itu baru ide kasar, setelah itu antar kementerian/lembaga baru membahas apa dulu komoditasnya, berapa jumlahnya dan bagaimana mekanismenya,” kata Oke, Selasar (21/2)

Sayangnya, Oke masih enggan merinci komoditas yang akan diusulkan masuk dalam skema impor ini Tapi, Oke bilang, sector yang tepat untuk menerapkan kebijakan impor dengan skema kombinasi ini salah satunya komoditas pertanian. Sehingga, pada saat panen nantinya, aka nada penyesuaian alokasi impor.

Catatan saja, selama ini skema pengaman perdagangan yang sering diterapkan adalah sistem kuota atau tarif. Dengan kombinasi ini, produk impor bakal dikenakan tarif bea masuk yang tinggi bila impor yang dilakukan melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah.

Menteri Perdagangan Egartiasto Lukita menambahkan, mekanisme kombinasi tarif dan kuota memang sedang dikaji lintas kementerian di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Memang kami mixed (kuota dengan tarif), tapi masih dibahas formulasinya,” kata Enggar.

Tapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan, kebijakan yang berkaitan dengan kuota harus berhati-hati lantaran banyak yang tersandung kasus. “Hati-hati, disini banyak yang  masuk sel gara-gara ini. Hati-hati minta mulai dipelajari untuk masuk diberlakukannya tarif atau kombinasi tarif dan kuota,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian (Kemperin) Harjanto mengungkapkan, di banding Negara-negara lain, selama ini, Indonesia memiliki instrument perlindungan perdagangan (trade remedies) yang lebih sedikit.

Untuk instrument anti dumping misalnya, Indonesia hanya menerapkan terhadap 48 jenis produk. Padahal di Negara-negara seperti Uni Eropa, instrumen anti dumping diterapkan terhadap 287 produk, Amerika Serikat 229 produk, China 101 produk, dan India 280 produk.

Makanya, Kemperin mengharap peran aktif dari pengusaha atau pelaku industry yang merasa dirugikan dalam perdagangan internasional untuk melaporkan dan memberikan masukan kepada pemerintah. “Kami harus fair. Pemerintah tidak dapat begitu saja menerapkan perlindungan perdagangan. Harus ada pembuktian dari pengusaha sendiri,” kata Harjanto.

Di luar instrument perlindungan perdagangan tersebut, saat ini Kemperin tengah mengkaji kebijakan Non tariff Measures (NTM). Beberapa di antaranya adalah Minimum Import Price (MIP) dan Price Compensation Measure (PCM). Untuk kebijakan MIP, produk impor yang masuk ke suatu Negara harus mengikuti  batas kewajaran harga yang berlaku. Skema ini sudah diterapkan di India. Sementara, penerapan PCM berdasarkan kebutuhan produk. Dengan pengenaan tarif bila impornya melebihi kebutuhan.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar