
JAKARTA. Birokrasi dan regulasi yang berbelit-belit dan gejolak politik Tanah Air menjadi ganjalan investasi RI. Berdasarkan survei EuroCham ke sejumlah pengusaha Eropa, dua faktor itu menjadi penyebab mengapa investor asal Eropa masih wait and see menanamkan modalnya di Indonesia tahun ini.
Dua hal itu dinilai telah mempengaruhi iklim investasi Indonesia dalam 12 bulan ke depan. Selain kendala birokrasi dan gejolak politik, survei EuroCham juga menunjukkan, investor Eropa melihat kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia saat ini masih belum punya peta jalan (roadmap) jelas. Kendala lain, infrastruktur yang belum memadai dan kurangnya kualitas sumber daya manusia.
Itulah sebabnya indeks kepercayaan bisnis pengusaha Eropa terus menurun. Jika di tahun 2014, indeks kepercayaan bisnis pengusaha Eropa sebesar 71%, turun menjadi 50% di tahun 2015. Sementara di tahun 2016, indeks kepercayaan bisnis pengusaha Eropa berapa di tingkat 49%.
Kepercayaan pengusaha Eropa atas dukungan pemerintah pada dunia bisnis juga turun 3% menjadi 36%. Kebijakan pemerintah pun dinilai hanya 33% efektif untuk dunia bisnis di Indonesia.
Chairman of EuroCham, Ulf Baklund bilang, beberapa langkah bisnis yang diambil pemerintah jadi sorotan investor. Situasi politik di Jakarta pun tak lepas dari sorotan dunia bisnis. Namun yang paling jadi penilaian calon investor yang akan masuk ke dalam negeri, adalah sejumlah regulasi dan birokrasi yang masih berbelit-belit ketimbang negara tetangga Indonesia. “Itu semua jadi tantangan bisnis di Indonesia. Maka saya tidak heran bila sejumlah investor memilih sikap wait and see,” katanya, Rabu (8/3).
Perlu peran daerah
Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik mengatakan, sebenarnya sejumlah investor Eropa masih punya gairah menanamkan modalnya di Indonesia. Buktinya, Inggris menanamkan investasinya sebesar US$ 9,5 miliar sepanjang tahun 2016.
Hanya saja, kata Malik, Indonesia masih perlu berbenah diri untuk bisa bersaing dengan negara tetangga, seperti Malaysia atawa Thailand. “Mungkin Indonesia harus memperbaiki sejumlah policy dan harus bisa berinovasi, saya rasa itu kuncinya,” kata Malik pada KONTAN.
Nurmala Martin, Head of EU Desk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan, pihaknya selalu memfasilitasi sejumlah kendala atau permasalahan yang dihadapi para investor. Namun, ia mengaku, ada sejumlah otoritas di daerah yang kerap jadi kendala saat implementasi di lapangan.
Dia bilang, untuk mengatasi persoalan birokrasi perlu peran otoritas daerah, terutama untuk mendukung investasi yang masuk. Apalagi, menurutnya, sejumlah kebijakan pemerintah pusat sudah baik. Namun tak dipungkiri, kerap kali kontradiksi saat penerapan di daerah.
Ia mencontohkan, langkah BKPM merevisi daftar negative investasi (DNI) setiap dua tahun sekali. “Kita lihat DNI versi baru sudah semakin friendly dan terbuka. Bila ada kontradiksi, butuh waktu sinkronisasi,” katanya.
Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, upaya pemerintah memperbaiki birokrasi dan iklim investasi sudah baik. Namun sayangnya, perbaikan itu belum bisa dijual dengan baik. “Kebijakan pemerintah perlu disosialisasikan lebih baik ke kamar dagang negara lain,” katanya.
Pemerintah harus menjual keyakinan akan iklim demokrasi yang kondusif. Ia bilang, situasi kondusif saat pemilu 2014, bisa jadi bahan pemerintah untuk meyakinkan investor di tahun ini. “Politik yang memanas itu wajar, tapi sepanjang sejarah Indonesia dalam praktik pemilihan kepala negara atau kepala daerah selalu adem. Itu bisa dijadikan nilai jual ke investor,” katanya.
Sumber : Kontan, Kamis, 9 Mar 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar