Produsen Keramik Terseok-seok Menambah Produksi


JAKARTA. Industri keramik nasional yang pernah berjaya, kini masih tergopoh-gopoh mengembalikan performa produksi. Dari total kapasitas terpasang produksi sebesar 570 juta meter persegi (m2) – 580 juta m2 per tahun, tingkat utilitasnya baru 65%.
Elisa Sinaga, Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), bilang, penyebab rendahnya tingkat utilisasi karena permintaan keramik dari sektor properti menurun. Selain itu, belakangan banyak pabrik keramik skala kecil menutup produksi dan beralih menjadi importir.
“Jumlah impor keramik Indonesia naik. Tahun 2016, impor naik 26%,” kata Elisa, Rabu (8/3). Meski terseok-seok, tahun ini Elisa berharap, bisa mencetak lebih banyak keramik. Harapannya, utilisasi pabrik naik menjadi 75% sampai 80%.
Seiring kenaikan utilisasi, Asaki mengincar kenaikan penjualan antara 10% – 15%. Untuk itu, Asaki secara khusus meminta kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian membatas impor keramik.
Ancaman impor keramik cukup besar. Sebab China memiliki kapasitas produksi keramik 7,5 miliar m2 per tahun. Akibat konsumsi keramik di Tiongkok turun, produsen keramik di Negara Panda itu membidik pasar ekspor. “Ekspornya meluber ke seluruh negara, termasuk Indonesia. Dari segi harga jual mereka lebih murah,” kata Elisa.
Asal tahu saja, penurunan produksi keramik Indonesia telah menurunkan peringkat Indonesia, dari semula berada di peringkat ke-4 produsen keramik dunia. “Saat ini posisi Indonesia melorot ke posisi tujuh, Vietnam dan India kini gencar ekspansi,” kata Elisa.
Selain kuantitas, Elisa mengimbau para anggotanya meningkatkan kualitas, agar keramik mereka sulit ditiru produsen keramik negara lain. Elisa juga berharap, pemerintah segera merealisasikan penurunan harga gas yang tak kunjung turun.
Sebagai perbandingan, harga gas di Jawa Barat membeli gas US$ 9,17 per mmbtu. Adapun harga gas di Thailand, harga hanya US$ 7,8 per mmbtu. “Kami berharap harga gas segera turun,” kata Elisa.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono bilang, pemerintah saat ini berusaha mencari solusi untuk membatasi impor. “Sudah ada masukan, entry point tidak di pelabuhan Tanjung Priok atau Tanjung Perak, tetapi pelabuhan di luar Jawa, seperti Dumai atau Bitung,” terang Achmad. Saat ini, masukan tersebut masih dalam kajian dan evaluasi. Adapun soal harga gas, pihak Kemperin sudah melayangkan surat ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sumber : Kontan, Kamis, 9 Mar 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar