Amunisi Usai Amnesti Sudah Dikantongi

Sebagai Managing Director Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati memang digaji besar. Bahkan, di lembaga itu dia merupakan orang nomor dia dengan gaji terbesar setelah Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim. Data World Bank per 30 Juni 2015, menyebut gaji Sri setahun US$ 409.950. Adapun Kim dibayar US$ 492.690 per tahun.

Dengan penghasilan sebesar itu, selama enam tahun berkantor di Washington DC Amerika Serikat (AS), saban tahun Sru Mulyani mendapat surat cinta dari otoritas pajak. Internal Revenue Service (IRS) mempertanyakan kenapa ada dana begitu besar di rekeningnya, tapi tidak ada pembayaran pajak sama sekali.

Sri jelas tidak memiliki kewajiban perpajakan terhadap AS. Sebagai Warga negara Indonesia, ia selalu menjelaskan bahwa dirinya bukan subjek pajak di negeri Paman Sam itu. “Mereka mengirim surat kepada saya, bahwa kenapa Anda memiliki akun seperti itu. Itu tanpa saya tahun dan tanpa saya memberikan konsen bahwa akun saya akan diakses, “ Kisah Sri di Kementerian Keuangan, Senin, 13 Maret 2017.

Menteri Keuangan pun berharap apa yang pernah dialaminya di AS bisa segera terwujud di Indonesia. Dan, jalannya kini memang lebih mulus. Proses permintaan pembukaan data perbankan sudah lebih sederhana berkat aplikasi Internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Masyarakat yang memiliki akun di bank tidak perlu merasa takut. Karena DJP dalam mengakses rekening perbankan bukan untuk mencari-cari kesalahan, “ tandas menkeu.

Imbauan kepada para pemilik rekening senilai Rp 500 juta ke atas juga sudah disampaikan melalui Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Himpunan Bank-bank Negara (Himbara), dan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) sejak akhir Januari 2017. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Desember 2016, yang masuk kategori ini ada 1.033.119 rekening. Nilai rekeningnya mencapai Rp 3.481,156 triliun.

Ada 495.000 peserta amnesti pajak pada periode pertama dan kedua sudah kembali diingatkan melalui surat elektronik. Agar jika ada harta yang belum dilaporkan dan berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak, kembali diikutkan dalam program pengampunan pajak.

Di luar itu, berbekal data harta yang dimiliki, DJP kembali mengirimkan surat elektronik secara serentak kepada 24.000 WP yang belum mengikuti program ini. “Nanti kami lihat sampai 31 Maret berapa yang sudah ikut TA dan berapa yang tidak,” kata Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP.

Sampai saat ini, aparat pajak masih bersabar menanti kesediaan WP untuk mengikuti program amnesti pajak. Kesempatan yang tersedia cuma sampai 31 Maret 2017. Lepas dari itu, ruang untuk bersembunyi dan menghindar dari kewajiban perpajakan sudah semakin sempit. “ Ke depan ada WP yang tidak declare semua hartanya bisa saja kami periksa lagi. Tapi prioritas utama tetap yang tidak ikut tax amnesty, “ lanjut Yoga.

Ada target baru

Memangnya, pemerintah punya data untuk menguber orang pribadi dan badan usaha yang tidak taat pajak? Kamis, 16 Maret 2017 lalu, KONTAN mengintip bagaimana aparat pajak bekerja mengumpulkan data soal kewajiban perpajakan masyarakat dan badan usaha di Indonesia. Dan, celah untuk menghindar dari kewajiban perpajakan kini memang makin mengecil.

Lewat aplikasi geotagging yang terkoneksi dengan Google Street View dan Google Earth, Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP, R. Dasto Ledyanto menunjukkan beberapa calon target aparat setelah pengampunan pajak berakhir. Peta blok elektronik berukuran besar yang ada di ruangannya di kantor pusat DJP, jakarta, difokuskan ke beberapa titik berwarna merah dan biru yang berada di luar Jakarta.

Begitu tanda merah di klik, nampak sebuah rumah makan dan toko penjual makanan. Untuk kepentingan perpajakan, nama tempat usaha dan lokasinya tidak bisa diungkapkan. Titik berwarna merah berarti pemilik tempat usaha tersebut tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan pengecekan lapangan yang dilakukan aparat pajak, usaha keduanya berjalan lancar, bahkan tergolong ramai.

Titik berikutnya yang dipencet berwarna biru dan menunjukkan sebuah diler kendaraan bermotor. Badan usaha ini sudah memiliki NPWP. Namun sejak tahun 2011, tidak lagi membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan tahunan (SPT) pajak. Padahal dari foto yang tampak di layar, ukuran diler ini termasuk besar dengan usahanya juga masih berjalan.

Hasil identifikasi terhadap pemilik 165 bidang tanah yang menyebar di berbagai tempat juga tampak di aplikasi ini. Beserta detail lokasi tanah-tanah tersebut yang tampak dengan jelas.

Bukan hanya itu saja, aplikasi geotagging pajak ternyata sudah menyimpan banyak data. Hingga 15 Maret 2017, sudah lebih dari 2,2 juta Point of Interest (PoI) yang berhasil dideteksi. Sekitar 1,7 juta di antaranya sudah memiliki NPWP. Sementara yang tidak memiliki NPWP ada 484.286 PoI.

Hingga tahun depan, identifikasi via geotagging di seluruh Indonesia ditargetkan sudah selesai. Meski begitu, hanya tempat-tempat potensial saja yang akan menjadi fokus aparat pajak. “Kalau seperti daerah nelayan dan penghasilannya kecil-kecil, ya, bukan jadi prioritas kami. Tapi di satu perkotaan ada kawasan perdagangan, kawasan perumahan mewah, itu yang akan diidentifikasi lebih lanjut, kata Yoga.

Dasto berkisah, pegawai pajak sudah mengolah data satu juta orang yang memiliki berbagai jenis harta. Mulai dari tanah, bangunan , kendaraan, hingga kapal pesiar. Total nilai asetnya hampir Rp 216 triliun. “itu makanya kami lakukan subject to check, lalu setelah itu kami turun ke lapangan,” kata Dasto.

Pasca amnesti pajak, berbekal data yang sudah terkumpul dan akan terus ditambah, aparat pajak akan bergerak.” Pertama kami klarifikasi dulu. Nanti hasilnya seperti apa akan menentukan tindakan selanjutnya,” imbuh Dasto.

Ekstensifikasi pajak pasca program amnesti tak Cuma mengandalkan geotagging. DJP juga melakukan pemetaan per sektor usaha. Sinyalnya, sudah begitu jelas disampaikan oleh menkeu dalam dua kali kesempatan bulan ini. Pada 2 Maret, Sri dan Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menandatangani nota kesepahaman dan bersepakat untuk saing untuk saling bertukar data demi kepentingan perpajakan.

Dalam kesempatan itu, Sri menyentil penerimaan perpajakan yang minim dari impor sapi. Padahal, seiring berjalannya tahun, volume impor terus melonjak.

Pada tahun 2015, 44.673,9 ton daging sapi diimpor oleh 56 importir. Tahun berikutnya volume impor melonjak sehingga 155.070,2 ton. Sementara impor daging segar naik 983% menjadi 10.340 ton. Nahasnya, keran impor yang begitu terbuka tidak berhasil membuat harga daging sapi dipasaran menjadi lebih murah.

Lebih mirisnya lagi, berdasar data pada 2015, dari 2.541 WP di sektor perdagangan dan importir sapi, hanya 191 WP yang melaporkan SPT. Dari angka ini, hanya 75 WP yang membayar pajak yang membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan 29. Pelapor SPT yang menyatakan kurang bayar hanya 53 WP. Mayoritas pembayaran pajaknya hanya 1%.

DJP sudah mengantongi data importir yang diduga mengemplang pajak. Direktur Pemeriksaan dan penagihan Ditjen Pajak, Angin Prayinto Aji menyebut, dari 429 WP badan, ada 97 WP yang sudah ditetapkan menjadi target DJP. “Kita dalami lagi, kita akan kirimi surat peringatan dulu pada mereka,’ tandasnya.

Ancaman yang dihadapi 97 WP ini tidak main-main. Ken Dwijugiasteadi, Direktur Jenderal Pajak bilang, dari selisih harga beli dan jual daging sapi akan dikenai pajak 25%. Plus sanksi denda 48%. Tak Cuma itu, menkeu juga meminta menteri perdagangan Enggartiasto Lukita untuk mencabut izin impor para pengemplang pajak tersebut.

Berselang 12 hari ancaman serupa juga dilayangkan ke pelaku di industri perikanan. Menkeu meminta DJP untuk menindak tegas perusahaan yang tidak melaporkan SPT selama lima tahun berturut-turut. “Bagaimana mungkin kita biarkan perusahaan yang tidak menyampaikan SPT tetap beroperasi. Kenapa tak lakukan segel saja dan ambil kapalnya,” ancamnya.

Kekesalan Sri juga didorong oleh minimnya kepatuhan dan kontribusi pajak dari sektor perikanan. Pada tahun 2014 dan 2015, penerimaan pajaknya hanya tumbuh dari Rp 795,2 miliar menjadi Rp 986,1 miliar.

Berdasar data 2015, ada 1.454 perusahaan perikanan tangkap yang tak melaporkan SPT. Sudah begitu, sebagian besar usaha perikanan tangkap menggunakan klasifikasi usaha yang tidak sesuai. Dari 3.910 perusahaan yang terdaftar, ada 1% dengan izin pengolahan ikan, 15% perdagangan ikan dan 67 % menggunakan klasifikasi usaha yang tidak sesuai. Dari 3.910 perusahaan yang terdaftar, ada 1% dengan izin pengolahan ikan, 15% perdagangan perikanan, dan 67% menggunakan klasifikasi usaha yang tidak berhubungan dengan perikanan.

Berdasarkan  dokumentasi pemberitaan KONTAN, peringatan menkeu ke pelaku industri perikanan sudah disampaikan sejak periode kedua amnesti pajak. Pada 26 Oktober 2016, Sri sudah menyentil penerimaan pajak yang minim dari sektor ini. Saat itu, ia sudah menyampaikan DJP dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan mendata perusahaan-perusahaan perikanan, termasuk kewajiban perpajakannya.

Diluar sapi dan perikanan, pemetaan terhadap sektor usaha lain juga sudah dilakukan. Termasuk kelompok profesional seperti dokter dan notaris juga sudah diidentifikasi.

Hasil geotagging hingga 15 Maret, ada 896 notaris, 1.067 dokter, dan 1.726 bidan yang tidak memiliki NPWP. Terhadap WP yang disinyalir tidak taat pajak, sudah dikirimi surat imbauan untuk mengikuti amnesti pajak. “ Kalau merasa benar, engak apa-apa tidak ikut pengampunan pajak. Tapi ingat, per april akan diberlakukan pasal 18,” ujar Dasto.

Sejumlah pengusaha dan asosiasi perikanan dan impor sepi tidak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan KONTAN. Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring mempersilakan aparat pajak mengambil langkah yang dianggap perlu. “Silahkan saja enggak ada masalah. Semua perusahaan punya pembukuan masing-masing, ya, dipertanggungjawabkan saja,” katanya ringan.

Ia hanya mengingatkan, banyak kalanga lain yang kewajiban perpajakannya juga diragukan. “Saya baca di media, anggota DPR paling malas bayar pajak dan melaporkan harta kekayaannya. Kenapa itu enggak dikejar,” tandasnya.

Sumber:  Tabloid Kontan No. 26-XII 20-26 Maret hal:6

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar