
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan serius melakukan penindakan terhadap Wajib Pajak (WP) yang tidak patuh. Setiap tahunnya, otoritas pajak melakukan ratusan kegiatan pemblokiran rekening bank kepada para WP tersebut.
Direktur P2 Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, DJP memiliki kewenangan untuk melakukan penagihan aktif terhadap WP yang memiliki tunggakan pajak atau Surat ketetapan pajak (SKP) yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Kewenangan itu sudah dimiliki oleh DJP sejak lama.
“Itu (pemblokiran) sudah rutin kami lakukan sejak lama. Jumlahnya bisa ratusan per tahun,” katanya kepada KONTAN, Rabu (22/3).
Hestu mengatakan, hal ini sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Kewenangan penagihan aktif meliputi penyitaan dan pelelangan harta penanggung pajak, pencegahan penanggung pajak, dan penyanderaan (gijzeling).
“Termasuk dalam penyitaan harta WP itu adalah memblokir rekening WP di Bank,” ujarnya.
Penyitaan tersebut dapat dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak berupa barang bergerak, termasuk deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Penyitaan itu dilakukan dengan pemblokiran terlebih dahulu.
Adapun dalam hal ini, DJP juga tidak perlu meminta izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memblokir rekening nasabah. Pasalnya, permintaan blokir rekening dilakukan langsung oleh Kantor Pelayanan Pajal (KPP) kepada bank yang dituju.
Hestu melanjutkan bahwa KPP bisa meminta bank melakukan pemblokiran tersebut, yang penting identitas WP atau Penanggung Pajaknya jelas nama lengkap dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)-nya. Selain itu, KPP juga harus melampirkan Surat Paksa sebagai dasar pemblokiran rekening, dan tidak perlu mencantumkan nomor rekening WP di bank tersebut.
“Bank wajib melakukan pemblokiran saat itu juga setelah permintaan blokir diterima dari KPP,” ujarnya.
Tak hanya pemblokiran rekening bank, penunggak pajak juga bisa disandera. Menurut catatan KONTAN, di tahun 2016 kemarin DJP sudah melakukan 59 kali gijzeling.
Hestu mengatakan, seorang pengusaha di bidang perdagangan eceran sepeda motor baru dengan inisial Ir. R telah disandera di Lapas Nusakambangan setelah yang bersangkutan ditahan di Lapas Mataram selama hampir 11 bulan.
Ir. R memiliki utang pajak sebesar Rp 4,7 miliar yang merupakan tunggakan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai untuk tahun pajak 2007 – 2010. Penyanderaan terhadap dirinya menurut Hestu dilakukan setelah berbagai upaya penagihan yang dilakukan DJP tidak membuahkan hasil.
Ir. R juga tidak mengindahkan tawaran untuk mengikuti program Amnesti Pajak yang akan menghapus sanksi administrasi, sehingga Ditjen Pajak terpaksa melakukan tindakan penyanderaan pada April 2016 yang kemudian diperpanjang pada Oktober 2016 untuk enam bulan kedua.
“Ini diharapkan menjadi pelajaran bagi para penunggak pajak yang sampai hari ini belum melunasi utang pajaknya,” kata Hestu.
Nah, apabila WP mengikuti Amnesti Pajak, maka sesuai Pasal 11 Undang-Undang Pengampunan Pajak Nomor 11 Tahun 2016 sanksi administrasi dan pidana akan dihapuskan seluruhnya dengan cukup membayar pokok tagihan dan biaya penagihan.
Sumber : nasional.kontan.co.id
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar