
Jumlah penerima fasilitas tax allowance meningkat drastis.
Bunyi tepuk tangan menggema bersamaan dengan bunyi sirene yang meraung-raung di komplek PT Dwi Prima Sentosa, Desa Sedati, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Beberapa orang yang berada panggung lantas saling bersalaman sembari bertukar senyum.
Begitulah suasana peresmian program pendidikan vokasi industry untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Maret lalu. Di antara hadirin tampak Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto, Manteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
Airlangga mengungkapkan, pengembangan sumber daya manusia (SDM) industri saat ini sudah harus bersifat demand driven. Artinya, SDM harus menyesuaikan dengan permintaan dari dunia usaha yang semakin lama semakin besar. Karena itu, diperlukan berbagai kebijakan untuk memastikan tenaga kerja lokal bisa terserap oleh industri.
Salah satu kebijakan tersebut adalah program vokasi industri. Program ini ada dalam Intruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia. Inpres tersebut mengamanatkan upaya memfasilitasi program praktik kerja lapangan dan pemegang industri untuk siswa SMK.
Pemerintah menargetkan penciptaan 1 juta orang tenaga kerja yang memiliki keahlian dan siap pakai melalui program vokasi. Program magang ini nantinya diperluas dalam bentuk link and match, yaitu kerja sama pengembangan pendidikan vokasional antara pemerintah dengan asosiasi industri di beberapa provinsi.
Program ini dirancang berdasarkan sistem pendidikan di Negara industri maju seperti Austria, Swiss, dan Jerman. Negara-negara tersebut menerapkan pendidikan empat tahun di level SMK, program magang di industri sejak 16 tahun dengan kurikulum yang disipkan sendiri oleh pelaku industri.
Untuk mendorong industri ikut bekerjasama dalam program pendidikan vokasi ini, pemerintah berencana memberikan insentif pajak bagi industri yang mendukung. Haris Munandar, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin), mengungkapkan, bentuk insentifnya adalah tax allowance atau pemberian keringanan pajak.
Buat Anda yang belum tahu, tax allowance adalah insentif yang terakhir di atur lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu. Fasilitas pertamanya adalah pengurangan penghasilan neto 30% dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama 6 tahun sebesar 5% per tahun.
Selain itu, ada fasilitas pembebanan penyusutan/amortisasi yang dipercepat untuk aktiva bangunan dan non bangunan. Ada juga pengenaan PPh dividen subjek pajak luar negeri hanya 10% atau tarif yang lebih rendah sesuai perjanjian menghindari pajak berganda. Yang terakhir, kompensasi kerugian lebih lama dari 5 tahun tapi tidak lebih dari 10 tahun.
Dengan fasilitas ini, kita membayangkan akan banyak pelaku usaha yang berlomba-lomba mendapatkan insentif pajak tersebut. Nyatanya, sejak diluncurkan pada 2007, jumlah perusahaan yang mengajukan permintaan dan mendapat fasilitas tax allowance terus menurun.
Kurang nendang
Dari 52 perusahaan yang menerima di 2007, jumlah peminat tax allowance anjlok menjadi hanya 5 perusahaan di 2008. Di 2012, bahkan hanya ada satu perusahaan saja yang mendapat insentif pajak tersebut.
Dulu, ada anggapan tak banyak pengusaha yang berminat dengan tax allowance karena insentifnya kalah bersaing dengan tax holiday. Ini adalah istilah untuk pemberian fasilitas pembebasan dan pengurangan PPh badan untuk investasi besar di industri tertentu.
Kalau melihat insentif yang ditawarkan, tax holiday memang yang paling nendang. Fasilitas yang ditawarkan adalah pembebasan PPh badan selama 5 tahun sampai 10 tahun, dan dilanjutkan pengurangan PPh sampai 50% dari jumlah yang harus dibayar setelah masa pembebasan selesai.
Problemnya, tak mudah untuk bisa mendapatkan tax holiday. Misalnya, nilai investasinya harus Rp 1 triliun. Ditambah, bidang usahanya harus masuk jenis yang dikategorikan pionir seperti energi terbarukan, logam dasar, kimia dasar organik, dan kilang minyak.
Ujungnya, tren berubah sejak 2014. Perlahan jumlah perusahaan yang mendapat fasilitas tax allowance perlahan meningkat. Tahun lalu, jumlah penerimaan fasilitas tersebut melejit menjadi 25 perusahaan, sebuah rekor dari sejak 2008.
Penyebabnya apalagi kalau bukan perluasan bidang usaha yang berhak mendapatkan fasilitas tersebut. Kalau dulu hanya ada 52 bidang usaha tertentu yang berhak mendapat insentif tax allowance, sekarang ada 66 jenis usaha tertentu dan 77 bidang usaha didaerah tertentu yang bisa mendapat fasilitas ini.
Cuma, sebenarnya masih ada variable lain yang ikut memicu tax allowance menjadi terlihat menggairahkan, yakni kondisi industri yang masih loyo. Tahun lalu, pertumbuhan industri manufaktur hanya 4% atau dibawah pertumbuhan ekonomi.
Sebagai perbandingan, sepanjang 1980-an, rata-rata pertumbuhan industri manufaktur mencapai 13% dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6%. Dengan kondisi yang masih berat, tawaran intensif pajak jelas terlihat sangat menarik.
Jangan heran, tahun lalu, sektor manufaktur hanya mampu menyerap 29.000 tenaga kerja. Ujungnya, elastisitas pertumbuhan terhadap penciptaan tenaga kerja merosot. Dengan kalimat lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak mampu menciptakan penciptaan lapangan kerja yang besar.
Makanya, pemerintah mencanangkan program link and match antara sekolah kejuruan dengan industry untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Untuk menarik industri bekerjasama, tawaran insentif pajak itu jelas di perlukan.
Sedangkan untuk membantu industri, pemerintah berencana merevisi ketentuan tax allowance. Tujuannya, perusahaan tidak terkendala persyaratan administrasi yang menyulitkan ketika mengajukan fasilitas itu.
Edy Putra Irawady, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Koordinasi, Perniagaan dan industri, mengatakan, saat ini Kementerian Koordinator Perekenomian sedang mengumpulkan kasus-kasus perusahaan yang mengajukan tax allowance tetapi terkendala problem administrasi dan klarifikasi baku lapangan usaha.
Menurutnya, proses evaluasi ini akan dilaksanakan oleh Satgas Pokja Empat bersama tim dari Kementerian Keuangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Evaluasi akan fokus terhadap prosedur teknis pengajuan fasilitas tax allowance. Misalnya, pengertian mengenai sudah berproduksi secara komersial dan pengertian mengenai aset sewa dan aset baru.
Pengertian ini harus dijelaskan supaya tidak menimbulkan permasalahan. Cuma, menyangkut persyaratan yang mencangkup kewajiban ekspor atau persyaratan lainnya, kemungkinan tidak berubah.
Yang jelas, pemerintah tengah menggodok pemberian insentif tambahan bagi industri padat karya yang berorientasi ekspor. Bentuknya diskon PPh badan sebesar 5%.
Rencana insentif ini akan dibahas dalam revisi ketentuan tax allowance atau dibuat terpisah dengan payung hukum tersendiri. Pemerintah sebelumnya sudah pernah menawarkan insentif pajak khusus padat karya pada 2013 dengan ketentuan yang terpisah dari tax allowance dan tax holiday.
Sumber: Tabloid Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar