
Perubahan pola konsumsi masyarakat belum mendukung pertumbuhan ekonomi yang optimal
JAKARTA. Pola konsumsi masyarakat Indonesia berubah. Selain dikatakan lebih gemar berbelanja lewat internet alias daring atau online, ternyata masyarakat sekarang lebih sedang menghabiskan uangnya untuk rekreasi dibandingkan belanja barang.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sri Soelistyowati mengatakan, ada pertumbuhan yang lebih tinggi di level konsumsi untuk leisure activities. Sedangkan untuk komponen non-leisure cenderung melambat.
“Pertumbuhan komponen lebih tinggi.Jadi orang Indonesia tidak perlu sering-sering ganti mobil tapi rekreasi,” ucapnya dalam seminar tentang pelambatan ekonomi di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (14/8).
BPS mencatat, komponen leisure pada kuartal IV-2016 tumbuh sekitar 5,1%. Sedangkan pada kuartal II-2017 pertumbuhan pada belanja rekreasi menjadi 6,3%. Di sisi lain komponen non-leisure pada kuartal IV-2016 hanya tumbuh 5,1%. Sedangkan pada kuartal II-2017 pertumbuhan pada belanja rekreasi naik menjadi 6,3%. Di sisi lain komponen non-leisure pada kuartal IV-2016 hanya tumbuh 5%. Pertumbuhan lebih lambat terjadi pada kuartal II-2017 yang hanya sebesar 4,3%. BPS menggolongkan komponen leisure activities adalah kegiatan terkait hotel, restoran, tempat rekreasi, dan kegiatan kebudayaan.
Dibanding gonta-ganti mobil, orang Indonesia lebih suka berekreasi.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengakui adanya gejala perubahan konsumsi masyarakat yang belum ditangkap secara baik oleh kebijakan pemerintah. Menurutnya selama ini pemerintah cenderung mengamati indeks ritel barang. “Padahal ada yang lain yang semakin berkembang, yaitu kelas menengah atas mulai melakukan kegiatan yang sifatnya lebih bersenang-senang,” ujar Darmin.
Akibatnya, indeks ritel yang belakangan tumbuh lambat dipersiapkan sebagai pelambatan ekonomi. Padahal, hal itu belum tentu benar. “Konsumsi rumah tangga kuartal kedua 2017 tumbuh 4,95% yoy, sedikit lebih tinggi dari kuartal pertama. Itu bukan pelambatan,” klaim Darmin.
Manufaktur terpuruk
Perubahan pola konsumsi ini semakin menambah panjang perdebatan soal dugaan pelemahan daya beli sebagai penyebab pertumbuhan ekonomi yang stagnan di kuartal II-2017. Seperti diketahui BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II-2017 stagnan dibanding kuartal sebelumnya, sebesar 5,01% year on year (yoy).
Beberapa pihak termasuk pemerintah melihat, perubahan pola konsumsi ke belanja online menjadi alasannya. Apalagi transaksi online atau e-commerce belum masuk dalam perhitungan produk domestik bruto (PDB).
Ekonom Maybank Indonesia Juniman menyebut, perubahan pola konsumsi berpengaruh ke penerimaan pajak. Sebab hal itu membuat industri manufaktur yang berkontribusi terbesar tengah mengalami keterpurukan. Menurutnya ini akibat perubahan pola konsumsi masyarakat.
Karena sektor manufaktur menjadi penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB), dengan situasi itu maka angka paling rasional untuk pertumbuhan ekonomi 2017 hanyalah 5,05%. “Paling banter 5,1%. Di semester II ini pemerintah dihadapkan pada penerimaan pajak yang tidak menggembirakan,” ujarnya.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pemeriksaan Pajak
Tinggalkan komentar