Pajak masih menjadi penerimaan negara yang memberi kontribusi besar. Dari target penerimaan negara dalam RAPBN 2018 sebesar Rp 1.878,4 triliun, porsi pajak sebesar Rp 1.609,38 triliun ditambah pendapatan negara bukan pajak (PNBP) Rp 267,87 triliun.
Porsi PNBP pada RAPBN 2018 lebih rendah dari yang ditetapkan di APBN-P 2017 sebesar 14,99 persen dari total penerimaan. Sementara di tahun 2015 dan 2016 porsi PNBP dari ABPN berturut-turut sebesar 16,86 persen dan 14,99 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Berly Martawardaya mengatakan, dilihat dari porsi PNBP pada 2018, sektor minyak dan gas (migas) sudah tidak lagi menjadi andalan.
Alasannya, dari harga minyak dunia saat ini tengah melemah pada kisaran USD 48/barel. Kondisi tersebut membuat Indonesia menjadi negara net importir.
“PNBP sudah turun terus. Orang yang masih bilang Indonesia kaya migas harus mikir lagi. Dari sektor komoditas (tambang) juga sudah mulai turun. Sekarang malah kita sudah net importir. Di mana sekarang pajak menyumbang 85 persen lebih penerimaan negara,” ujarnya di kantor Indef, Jakarta, Jumat (18/8).
Sekedar informasi, penerimaan negara dari sektor migas pada RAPBN 2018 ditetapkan Rp 77,16 triliun, kemudian di APBN-P 2017 sebesar Rp 72,2 triliun, dan APBN 2016 sebesar Rp 44,09 triliun.
Khusus pada 2016, Berly menyebut rendahnya penerimaan disebabkan oleh anjloknya harga migas pada periode 2014 – 2016.
“Sejak 2014 ini nyata sekali kalau ada penurunan sangat signifikan pada penerimaan migas. Sudah tak bisa diandalkan, meski di 2016 penerimaan dianggap stabil karena harga minyak mulai naik. Memang mau tidak mau sekarang harus kejar dari pajak,” pungkasnya.
Sumber : jawapos.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar