Target Pajak Jadi Tantangan Terbesar

JAKARTA. Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arief Budimanta menilai postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 memberi gambaran bahwa pemerintah ingin mewujudkan keadilan ekonomi dan pemerataan pembangunan.

Menurutnya, RAPBN 2018 ini bakal menyasar masyarakat yang berada di lapisan bawah serta memiliki komitmen yang tinggi untuk membangun Indonesia dari pinggiran di luar Jawa maupun di wilayah pedesaan. ”Saya rasa penekanan apa yang disampaikan oleh Pak Presiden tentang Indonesia-sentris itu coraknya kelihatan di RAPBN ini,” ujarnya dalam diskusi dengan topik Membaca Rancangan Ekonomi Tahun Depan di Jakarta akhir pekan lalu. Lebih lanjut, Politisi PDI Perjuangan itu menilai, meski corak Indonesia-sentris terwujud dalam RAPBN 2018, namun ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi pemerintah. Semisal bagaimana mewujudkan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen seperti yang dijanjikan, serta bagaimana langkah pemerintah dalam mewujudkan target penerimaan dari sisi perpajakan guna mendorong target pertumbuhan ekonomi tersebut. ”Secara khusus, tantangan yang terbesar di 2018 termasuk di 2017 itu adalah bagaimana cara untuk mencapai target penerimaan dari sisi pajak. Tahun 2017, kurang lebih penerimaan pajak Rp 1.470 triliun dan sampai semester satu tahun ini penerimaan pajak kita berkisar 38 persen,” ujarnya.

Langkah lain yang perlu diperhatikan yakni mensinkronkan tahun penganggaran dengan penerimaan fiskal. Menurutnya, tahun penganggaran dimulai per 1 Desember, sementara tahun penerimaan dimulai per 1 April hingga akhir Maret. Hal tersebut membuat keterbatasan ruang fiskal seperti belanja modal. ”Tahun fiskalnya harus disamakan dengan tahun penganggaran yakni dimulai pada 1 Desember. Jadi penerimaan pajak tidak menumpuk di bulan Maret. Pada semester kedua penggenjotan terhadap belanja baru dimulai. Harusnya, penggenjotan belanja per 1 januari sudah dimulai,” ujarnya.

Optimistis Tercapai

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menyebut target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen. Menurut Presiden, pertumbuhan ekonomi yang optimistis tersebut akan dicapai melalui dukungan konsumsi masyarakat yang terjaga, peningkatan investasi, dan perbaikan kinerja ekspor dan impor.

Hal itu disampaikan saat membacakan nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 dalam sidang paripurna DPR, Rabu (16/8) lalu. Selain itu, pada 2018 mendatang, pembangunan akan diarahkan untuk menumbuhkan ekonomi kawasan Maluku, Papua, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.

Hal itu ditempuh melalui peningkatan keterkaitannya dengan Jawa dan Sumatera yang selama ini menjadi penyumbang terbesar perekonomian. Pemerintah mengumumkan RAPBN Tahun 2018 dengan postur pendapatan sebesar Rp 1.878,4 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.204,4 triliun sehingga defisit anggaran direncanakan sekitar Rp 325,9 triliun atau setara dengan 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB). Rencana belanja negara sebesar Rp 2.204,4 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.443,3 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 761,1 triliun. Terpisah, ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menilai, RAPBN 2018 yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di depan DPR RI sehari menjelang Hari Kemerdekaan RI ke-72 terkesan lebih berhati-hati dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Dalam RAPBN 2018, target belanja tumbuh 3,3 persen dibandingkan APBNP 2017 yang sebesar Rp 2.133,3 triliun. Belanja RAPBN 2018 tersebut tumbuh lebih lambat dibandingkan pendapatan yang tumbuh 8,2 persen dari Rp 1.736,1 triliun dalam APBNP 2017 menjadi Rp 1.878,4 triliun. ”APBN tiga tahun terakhir terlalu ambisius dan terbukti target pajak tidak pernah tercapai. Maka sekarang pemerintah lebih berhati-hati,î kata Berly saat diskusi bertajuk RAPBN 2017:Pertaruhan Kebijakan Fiskal Jokowi di kantor INDEF Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Berly, dalam RAPBN 2018, pertumbuhan alokasi belanja dan defisit serta utang pemerintah lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini dinilainya ada upaya bersih-bersih neraca, seperti perusahaan yang mau go public, dengan menghapus utang, melakukan capital injection, dan lainnya. ”Sehingga siap go public. Ini upaya bersih-bersih sehingga di APBN 2019, hal-hal negatif sepertinya akan coba ditekan demi menuju Pileg dan Pilpres 2019 agar semua aman,” ujar dia.

Dikatakannya lagi, RAPBN 2018 memang ada sedikit perbaikan namun asumsi makro perlu disoroti terutama untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,4 persen memerlukan upaya besar untuk mencapainya. Adapun dari sisi inflasi, ditargetkan mencapai 3,5 persen pada 2018 mendatang, turun dibandingkan target inflasi pada APBNP 2017, 4,3 persen. Itu menurut dia, asumsinya logistik dan distribusi semakin lancar sehingga tidak ada kenaikan harga barang-barang sembako. Pemerintah didorong meningkatkan kualitas belanja modal secara masif pada sektor yang tidak bisa dibiayai oleh swasta.

Penyaluran Belanja

Direktur Indef Enny Sri Hartati menilai sangat disayangkan apabila APBN belanjanya disalurkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bentuk Penanaman Modal Negara (PMN). ”Sesuai amanat konstitusi sektor komersial bisnis, biar swasta, agar pembangunan tidak membebani APBN,” ujar dia.

Diungkapkan, jika pemerintah menyuntikkan dana ke BUMN untuk pembangunan infrastruktur, maka harus dipilih mana yang lebih penting. Jika infrastruktur di luar Jawa, tidak masalah, sebab swasta tidak berminat investasi di sana. ”Ya, saya kira kereta cepat, nggakusah pakai APBN. Infrastruktur di Jawa juga nggak usah pakai APBN. Tapi untuk listrik 3.000 watt boleh pakai APBN. Harus ada kualitas alokasi dana APBN,” tambahnya.

Disebutkan lagi, pada asumsi makro RAPBN 2018, pemerintah berencana menaikkan program perlindungan sosial dari 6 juta ke 10 juta. Perluasan bantuan pangan non tunai dari rakyat miskin, pelayanan kesehatan 92,4 juta jiwa. Pembangunan jalan 856 km, pertanian berupa peningkatan produksi pangan dan pembangunan sarana dan prasarananya, pengembangan holtikultura dan lainya. ”Mana alokasi yang diperbaiki, BUMN jangan dimanja dengan APBN harus ada perbaikan dan desentralisasi fiskal, harus jelas terinci,” tegasnya.

Sehingga menurut dia, alokasi yang tetap dari APBN ini akan mengurangi gap defisit. Namun jika tidak berkualitas alokasi APBN, gap defisit akan lebar. Padahal undang-undang membatasi maksimal 3 persen. ”Saya yakin utang akan bengkak. Defisit nggak mungkin Rp78 triliun. Padahal sekarang saja mendekati Rp400 triliun,” ungkapnya.

Sumber : suaramerdeka.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar