
Bank-bank BUMN siap menurunkan suku bunga kredit.
Dikky Setiawan, Vina Anggita, Galvan Yudistira
Harapan masyarakat di negeri ini untuk menikmati suku bunga kredit single digit (satu angka) bakal terwujud. Harapan itu muncul, setelah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai mengekor Bank Indonesia (BI) yang telah menurunkan bunga acuan 7 days reverse repo (7DRR) rate sebesar 25 25 basis point (bps) menjadi 4,5% pada akhir Agustus lalu (22/8).
Kamis (14/9) pekan lalu, giliran LPS melakukan evaluasi tingkat bunga pinjaman untuk simpanan dalam rupiah dan valuta asing (valas) bank umum serta simpanan dalam rupiah di bank perkreditan rakyat (BPR). Tingkat Bunga Penjaminan untuk periode 15 September 2017 sampai 15 Januari 2018 untuk simpanan dalam rupiah di bank umum dan BPR turun 25 bps menjadi masing-masing 6% dan 8,50%. Sedangkan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam valas tetap sebesar 0,75%.
Samsu Adi Nugroho, Sekretaris LPS mengatakan penjaminan simpanan dalam rupiah di bank umum dan BPR diturunkan dengan pertimbangan pada perkembangan suku bunga simpanan bank benchmark LPS yang menunjukkan penurunan serta adanya pelonggaran kebijakan moneter oleh BI untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. “Stabilitas sistem keuangan juga menunjukkan kondisi yang terpelihara baik,” kata Samsu dalam keterangan resminya.
Dus, sepertinya tak ada lagi alasan bankir untuk menahan suku bunga kredit. Itu sebabnya, para bankir bank badan usaha milik negara (BUMN) yang tergabung dalam himpunan bank-bank milik negara (Himbara) bersiap menurunkan suku bunga kredit.
Kepastian ini diungkapkan Maryono, Ketua Umum Himbara. Dia bilang, saat ini bank BUMN sedang mengkaji implementasi suku bunga kredit satu digit. “Bunga kredit akan disesuaikan dengan biaya dana,” kata pria yang juga menjabat Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN).
Pendapat Maryono diamini Iman Nugroho Soeko, Direktur Treasury dan Keuangan BTN. Dia bilang, dengan penurunan bunga acuan BI, terbuka peluang untuk menurunkan bunga dana pihak ketiga (DPK), yang pada akhirnya akan ditransmisikan ke penurunan bunga kredit. “ Kami bersama teman-teman bank Himbara masih mendiskusikan bagaimana bisa mempercepat penurunan bunga kredit ini,” kata Iman kepada Tabloid KONTAN.
Sebagai catatan, suku bunga dasar kredit (SBDK) BTN yang berlaku efektif per 31 Agustus 2017, yakni kredit korporasi sebesar 11 %, kredit retail 11,75%, kredit konsumsi KPR 10,25%, dan untuk non-KPR 11,5%.
Iman mengakui, penurunan bunga kredit memiliki konsekuensi terhadap elemen kinerja bank. Salah satunya rasio pendapatan bunga bersih atawarnet interest margin (NIM). Untuk bunga kredit ke level single digit memang harus ditebus dengan penurunan NIM. “Saat ini, NIM BTN masih 4,48%. Padahal, targetnya 4,5% – 5%. Jadi, NIM harus dijaga sebelum menurunkan bunga kredit,” kata Iman.
Iman menambahkan, menurunkan bunga kredit bukan Cuma NIM yang harus dijaga. Ada elemen lain yang harus dilihat, yakni cost of fund (penurunan biaya dana). Memang, penurunan bunga acuan LPS akan mempercepat transmisi penurunan bunga kredit. Cuma, lanjut dia, butuh waktu bagi bank untuk menyesuaikan penurunan bunga penjaminan LPS terhadap penurunan biaya dana.
Karena itu, Iman memproyeksi, penurunan biaya dana bank baru akan terjadi dalam dua bulan sampai tiga bulan ke depan. Jika proyeksi tidak meleset, hal ini akan mempengaruhi penurunan suku bunga kredit. “Cost of fund dan NPL belum mencapai target yang telah ditetapkan. Tapi kami yakin, di akhir tahun ini akan tercapai,” kata Iman.
Sesuai rencana, BTN akan memprioritaskan penurunan bunga untuk produk-produk kredit yang sifatnya produktif seperti kredit konstruksi. “BTN juga akan segera menurunkan suku bunga deposito sampai Rp 2 miliar maksimum dari 6,25% menjadi 6%,” beber Iman.
Untuk mengantisipasi penurunan NIM pasca penurunan bunga krdit, BTN bakal menggenjot pendapatan non bunga alias fee base income (FBI). Menurut Iman, pada tahun ini, pihaknya menargetkan pertumbuhan fee based income diatas 40%. Saat ini, pendapatan FBI BTN berasal dari berbagai akti-
Kami akan lakukan recovery dan fokus penjualan pada produk yang punya yield baik.
vitas pelayanan dan administrasi kredit, dana wealth management, dan aktivitas treasury.
Cara serupa mencegah penurunan pendapatan akibat luruhnya bunga kredit, PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk bakal menggenjot fee based income, dana murah (CASA), menjaga kualitas kredit, serta efisiensi biaya tanpa harus mengurangi produktivitas dan efektivitas.
Selain itu, untuk mencetak laba, BNI akan mengejar pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) serta efisiensi.”Yang tidak kalah pentingnya, kami akan melakukan recovery dan fokus penjualan pada produk yang punya yield baik,” kata Herry Sidharta, Wakil Direktur Utama BNI.
Herry menambahkan, langkah bank BUMN untuk menurunkan bunga kredit akan menjadi benchmark bagi bank-bank swasta lain untuk melakukan hal serupa. “ Penururan bunga kredit bank BUMN akan mendorong bank swasta untuk ikut menurunkan suku bunga kredit. Kalau tidak, bank swasta akan kalah bersaing,” tegas Herry.
Hanya penyesuaian
Menurut Herry, BNI akan fokus menurunkan bunga kredit ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Cuma, ia belum bisa membeberkan besaran penurunan bunga kredit UMKM. Alasannya, laju penurunan bunga kredit akan diatur mengikuti arahan BI.
Yang pasti, kata dia, penurunan bunga kredit yang terjadi dalam waktu dekat hanya bersifat penyesuaian. Dengan begitu, penurunan bunga kredit belum akan menunjukkan efeknya secara signifikan. Dengan bunga dana turun, diharapkan bunga cost of fund bank juga akan turun.
Bersadarkan laporan keuangan bulan Juli 2017, BNI mencatat perolehan laba naik 55% secara year on year (yoy) menjadi Rp 7,25 triliun. Salah satu pendorong pertumbuhan laba yaitu peningkatan pendapatam bunga sebesar 12,75% yoy dari Rp 22,39 triliun menjadi Rp 25,25 triliun per Juli 2017.
Alhasil, meski beban bunga naik 8,18% secara tahunan menjadi Rp 8,53 triliun, bank berlogo 46 ini berhasil membukukan pendapatan bunga bersih sebesar Rp 16,72 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 15,71 triliun.
Yang menarik, bank BUMN sepertinya lebih memfokuskan penurunan suku bunga kredit di sektor UMKM. Selain BNI, PT Bank Mandiri juga berencana fokus menurunkan bunga kreditnya di sektor UMKM. Maklum, saat ini, bunga kredit UMKM Bank Mandiri memang lebih tinggi dibandingkan bunga kredit sektor lain.
Merujuk data SBDK Bank Mandiri Juli 2017, kredit mikro dan konsumsi masih dua digit. Bunga kredit mikro Mandiri per Juli 2017 sebesar 18,75% dan kredit konsumsi untuk KPR dan non KPR masing-masing sebesar 10,25% dan 12,25%.
Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri menuturkan, untuk menurunkan suku bunga kredit, Bank Mandiri berusaha menurunkan cost of fund. Tapi, kata dia, untuk menurunkan bunga kredit, sebelumnya bank harus menurunkan bunga deposito. Setelah itu, bunga kredit akan menyesuaikan. Pasalnya, sebelum memberikan bunga kredit satu digit ke debitur tertentu, Mandiri memiliki beberapa pertimbangan. Salah satunya risiko kredit dan kerjasama bisnis lebih lanjut yang bisa dibangun.
Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri menambahkan, untuk mengantisipasi dampak penurunan bunga kredit terhadap margin bank, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi. Salah satunya mencari alternatif sumber pendapatan lain dan meningkatkan dana murah.
Pada semester I 2017, dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun Bank Mandiri secara tahunan tumbuh 10,1 % menjadi Rp 760,9 triliun. Pertumbuhan tersebut terutama didorong pertumbuhan dana murah sebesar 11,6% yoy, mencapai Rp 490,2 triliun. Sehingga, rasio dana murah terhadap total DPK mencapai 64,43 %
Kendati para “saudaranya” akan fokus pada penurunan bunga kredit ke sektor UMKM, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) tidak serta merta mengekor. Suprajarto, Direktur Utama BRI bilang, bunga satu digit ini akan disesuaikan dengan segmen penyaluran kredit.
Betul, kata Suprajarto, tujuan pemerintah terkait bunga satu digit lebih ke sektor yang berkaitan dengan masyarakat luas, seperti UMKM. Tapi, untuk bunga kredit korporasi, masih susah terwujud satu digit lantaran harus menyesuaikan faktor risiko. “UKM dalam waktu dekat bisa satu digit, tapi kalau korporasi masih lihat perkembangan,” katanya
Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI menambahkan, penurunan suku bunga acuan BI akan mendorong bank mengurangi simpanannya di bank sentral dan ekspansi ke kredit. Namun, penurunan bunga satu digit akan dilakukan setelah penurunan bunga deposito. “Efektifnya akan terasa 1 bulan – 3 bulan ke depan. Seberapa besar efeknya tergantung jenis simpanan. Kalau porsi deposito terhadap total 50%, dampaknya 50%,” ujarnya.
Untuk menjaga pendapatan, BRI juga akan fokus meningkatkan pendapatan fee based income. Asal tahu, saat ini, SBDK, BRI memasang 10,5% untuk kredit korporasi. Untuk kredit ritel, BRI memasang bunga 9,75%, bunga kredit mikro 17,5 %, kredit konsumsi KPR 10,25%, dan bunga kredit non kpr 12,5%.
Sumber: Tabloid Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar