Pemerintah tengah memperbaiki sistem perpajakan di Tanah Air. Reformasi perpajakan ini sangat diperlukan untuk meraih secara maksimal penerimaan negara untuk pembangunan.
Teranyar, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu berupa Harta Bersih yang Dianggap atau Diperlakukan sebagai Penghasilan pada 6 September 2017 lalu.
Regulasi ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau lebih dikenal dengan UU Tax Amnesty.
Dengan terbitnya aturan ini, maka Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menerjunkan petugas ke lapangan guna memeriksa para Wajib Pajak (WP) yang belum mematuhi aturan perpajakan.
WP tersebut dibagi dalam tiga kategori. Pertama, peserta program tax amnesty namun belum mengungkapkan seluruh hartanya dalam Surat Pernyataan Harta (SPH), kedua, yaitu peserta tax amnesty yang gagal melaksanakan komitmen repatriasi atau investasi dalam negeri.
Kategori terakhir yang akan diperiksa oleh Ditjen Pajak adalah bukan peserta tax amnesty dan ditemukan ada harta yang tidak diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Penghasilan Pajak.
“PP ini sudah berlaku, artinya bisa saja petugas itu akan datang besok, tapi sekali lagi kami di lapangan ini, sebelum benar-benar memeriksa, kami akan lakukan validitas data, tidak ujug-ujug,” tegas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta.
Menurut Heru sebelum memeriksa WP, maka Ditjen Pajak terlebih dulu akan memastikan validitas dari data-data WP. Sehingga dalam pemeriksaan WP, Ditjen Pajak tetap mengedepankan asas profesionalitas dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi “Kita lihat dulu datanya, setelah valid, ya baru dilakukan pemeriksanaan,” jelasnya.
Lanjut Heru mengatakan, PP ini tidak akan berlaku bagi golongan masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau memiliki penghasilan dari warisan dan atau hibah yang sudah dilaporkan dalam SPT pewaris dan atau pemberi hibah.
“Sebagaimana di UU TA kemarin, kita enggak pernah UU TA ini atau pajak secara kesleuruhan tidak pernah berlaku pada masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam konteks di bawah PTKP. Dalam UU Nomor 11 tahun 2016 itu, TA tidak berlaku bagi masyarakat berpenghasilan rendah seperti nelayan, petani, buruh, atau pensiun yang hanya memiliki penghasilan dari uang pensiun. Jadi ini satu hal yang penting,” kata dia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir. Pasalnya, Ken menjamin Ditjen Pajak akan menerapkan PP ini secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi dan perbaikan kepatuhan pajak sambil tetap menjaga confidence dunia usaha dan iklim investasi.
“Masyarakat tidak perlu khawatir karena kami tidak membuat seuatu yang membuat masyarakat menjadi gaduh, khawatir. kita tidak fokus ke sana,” ujarnya.
Sumber : okezone.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar