
Kalangan DPR menilai secara realita daya beli masyarakat mengalami penurunan lantaran kesulitan mencari pekerjaan dan terjadinya fluktuasi harga di luar jangkauan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya beli masyarakat.
“Hal itu saya rasakan betul saat saya turun ke daerah. Jangankan untuk membeli sandang atau papan, untuk memenuhi kebutuhan pangan pun agak sulit. Artinya, dua hal itulah yang menjadi persoalan di masyarakat saat ini,” ujar Herman Khaeron, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (7/10).
Kondisi itu, katanya, sangat kental terasa sewaktu ada kejadian insidentil seperti penjualan beras untuk orang miskin (raskin) atau beras sejahtera (Rastra) yang ditunda selama tiga lantaran perbaikan data (ulang).
Para penerima raskin itu hanya mampu membeli raskin sebanyak dua (2) kg dari harga Rp 1.600/kg dibanding jatah lima (5) kg. Hal itu, ia menjelaskan, berarti penerima raskin itu juga mengurangi konsumsinya. Hal sama juga terjadi fluktuasi penjualan motor dan pemakaian listrik.
Hal senada diungkap Ecky Awal Mucharam. Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) itu mengakui polemik terkait daya beli masyarakat antara Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Presiden Joko Widodo lantaran berbeda cara pandang.
“Tetapi dalam mengelola bangsa dan negara, kita seharusnya jujur dengan realita kondisi perekonomian kekinian, baik makro atau mikro. Tujuannya agar kita bisa menetapkan langkah-langkah kebijakan apa yang bisa menyelamatkan bangsa ini,” ujarnya.
“Karena mengelola negara bukan sekadar mensukseskan marketing melainkan pengelolaan sumber daya alam & manusia (SDA-SDM) untuk mensejahterakan negara bangsa.”
Sumber : poskotanews.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar