
Pemerintah tengah menggodok aturan pemungutan bea masuk dari barang tak berwujudatau intangible goods yang diperdagangkan secara elektronik dari luar negeri. Langkah itu siap dilakukan sejalan dengan Indonesia bakal terbebas dari moratorium World Trade Organisation (WTO) pada 31 Desember 2017.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan barang digital tersebut yang nantinya dikenakan bea masuk bisa juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setelah aturan tersebut rampung tahun depan. Hal ini diharapkan memberi efek positif terhadap aktivitas perekonomian di Tanah Air.
“Ini sedang kami godok. Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah bisa keluar,” kata Mardiasmo, di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa, 12 Desember 2017.
Ia menambahkan, perkembangan teknologi digital sekarang ini mengakibatkan jual beli barang bertransformasi dalam bentuk digital atau digital goods. Misalnya buku impor bisa diperoleh melalui dalam bentuk buku online atau e-book tanpa harus menyertakan bentuk fisik buku.
“Sekarang kan modelnya download, misalnya, e-book. Ini kan harusnya kena bea masuk. Fairly treatment lah,” imbuh dia.
Menurut Mardiasmo pungutan pajak terhadap barang digital menjadi wujud sistem pajak yang berkeadilan di Indonesia. Sebab, pajak semestinya dipungut dalam bentuk barang berwujud maupun tak berwujud yang memiliki nilai pajak.
Namun sayangnya, dia belum dapat memastikan berapa sumbangan pajak intangible goods terhadap penerimaan negara. Dirinya berharap langkah yang diambil ini tidak memberi efek negatif terhadap industri e-commerce di Indonesia. Di sisi lain, ada harapan agar industri dimaksud memberi efek positif bagi laju pertumbuhan ekonomi.
“Sedang coba cari, karena juga mapping. Semua itu kan banyak. Kami sedang godok dan akan kami selesaikan. Ada beberapa (pengusaha) yang kami undang sebagai mitra kerja supaya mereka juga bisa memberikan masukan,” pungkasnya.
Adapun untuk tangible goods atau barang yang berbentuk fisik pada umumnya sejauh ini masih dikenakan ketentuan yang sama yakni apabila berasal dari luar dan harganya di bawah USD100 maka dibebaskan bea masuk. Sementara harga melebihi USD100 akan kena bea masuk sebesar 7,5 persen.
Jika barang dari luar tersebut dibeli melalui salah satu platform atau perusahaan penyedia layanan e-commerce dan dikirimkan melalui jasa pengiriman maka 7,5 persen dihitung dari harga barang plus ongkos kirim. Misalnya harga barang 100, ongkos kirim 20 maka penghitungan bea masuknya yakni 7,5 persen dari 120.
Sumber : metrotvnews.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar