
Toto menambahkan, Pertamina kini tidak lagi mengimpor solar. Perseroan hanya mengimpor solar khusus yang merupakan pesanan PT Adaro Energy Tbk, tetapi tidak masuk dalam ‘sistem’.
“Jadi, seolah-olah Pertamina yang impor, padahalenggak. Karena ini khusus, sudah tujuh tahun,” paparnya.
Toto memaparkan lebih lanjut, pihaknya terus mengupayakan efisiensi biaya pengadaan. Pihaknya berupaya mendapatkan harga impor yang paling bagus dengan membeli langsung dari produsen, seperti Chevron, BP, dan Shell. Selain itu, perseroan menggelar lelang terbuka guna mendapatkan harga terbaik.
“Kemudian untuk impor produk (BBM) hampir semuaterm, 90% term– nya jangka panjang. Kami hanya impor spot kalau ada kebutuhan mendadak atau tinggi, misalnya Lebaran,” ujar Toto.
Selain itu, tambahnya, pihaknya juga memiliki kebijakan mengolahkan minyak tertentu ke kilang di Negara lain. Hal ini mengingat Pertamina memiliki Lapangan West Qurna di Irak yang menghasilkan minyak jenis sour yang tidak dapat diolah di kilang milik perseroan.
Tahun lalu, minyak dari Irak ini diolahkan di kilang di Tiongkok milik China International United Petroleum and Chemical Co Ltd (Unipec). Volume yang diolah sebesar 1 juta barel per bulan.
Untuk tahun ini, lanjut Toto, pihaknya masih menunggu kepastian volume minyak dari Irak tersebut. Pasalnya, sebagai anggota OPEC, Irak harus memangkas produksinya. “Jadi first half 2018 kemungkinan tidak ada (CPD), tetapi second half kami ‘lihat’,” ungkapnya.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar