Akademisi IPB Dukung Impor Beras, tapi dengan Syarat

Para akademisi dari Institusi Pertanian Bogor mendukung pemerintah mengimpor beras. Namun dengan cacatan, impor beras harus diikuti kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap beras produksi petani lokal.

“Impor beras dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan beras nasional. Tapi pada saat bersamaan pemerintah juga harus menjamin harga beras tidak anjlok sehingga merugikan para petani,” kata Direktur Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian IPB, Dodik Ridho Nurrohmat, Senin, 22 Januari 2018.

Menurut mereka, rencana impor beras tidak bisa dilihat dari perspektif tunggal atau disimplifikasi menjadi sekedar mengejar rente. Persoalan tersebut dianggap berkaitan dengan berbagai dimensi permasalahan yang kompleks salah satunya dengan akurasi data pertanian padi.

Impor beras, menurut Dodik, akan efektif bila dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Dodik menganggap impor beras saat ini akan menguntungkan karena terdapat selisih harga yang cukup besar antara harga domestik danberas impor sesuai harga beras di pasar internasional. Ia memperkirakan selisihnya sekitar Rp1.000-2.000 per kilogram.

Dodik meyakinkan harga beras impor yang rendah tidak mesti menunjukkan efisiensi dan produktivitas yang rendah dari para petani dalam negeri. Hal itu juga bisa disebabkan oleh kelebihan stok beras di negara-negara importir beras seperti Vietnam dan Thailand. Kelebihan itu perlu segera dijual meski dengan harga murah salah satunya ke Indonesia.

Bulog diharapkan membatasi kuota beras yang diimpor sesuai dengan kebutuhan wajar masyarakat. “Keuntungan dari penjualan beras impor itu digunakan untuk membeli beras dari petani lokal sesuai HPP yang telah dinaikkan itu,” kata Dodik menegaskan itu sebagai solusi untuk menyelesaikan polemik rencana impor beras kali ini.

 

Koreksi Data

Upaya tersebut menurut dia, bisa berjalan lancar apabila pemerintah menggunakan data yang lebih akurat. Para akademisi menduga data yang digunakan pemerintah pusat selama ini bersifat overestimate sehingga tidak mengharuskan ada impor beras meski menurut data mereka stok beras nasional masih kekurangan.

Menurut ahli tanaman IPB Abdjad Asih Nawangsih, ada berbagai permasalahan yang menurunkan produktivitas pertanian dalam negeri seperti serangan hama. Ia meyakini serangan tersebut meningkat karena pemerintah menerapkan pola tanam tanpa jeda hingga 3-4 kali setahun di lahan-lahan pertanian masyarakat.

“Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan tim IPB pada 2017, ada sekitar 30 Kabupaten di Pulau Bali, Jawa, Lampung dan Sumatera Selatan yang terserang wereng coklat dan virus kerdil hampa,” kata Abdjad. Menurut dia, data hasil produksi di pemerintah berbeda dengan kenyataan di lapangan.

Selain itu, data penunjang yang harus diperbaiki pemerintah adalah data luas lahan pertanian nasional. Menurut Handian Purwawangsa dari direktorat yang sama, pendataan luas lahan tersebut mengingrasikan teknologi geospasial dan verifikasi lapangan di setiap provinsi.***

Sumber : pikiran-rakyat.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar