Bapenda Siapkan Kajian Revisi Aturan Pajak BBM Non Subsidi

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau Indra Putra Yana, mengakui ada rencana merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2014 yang merupakan revisi dari Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang mengatur pajak BBM non subsidi.

Dimana dalam aturan tersebut sejak tahun 2011 pajak Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi Riau termasuk yang tertinggi di Indonesia atau pajaknya sebesar 10 persen.

“Memang kita termasuk yang tertinggi sama dengan Provinsi Kepulauan Riau, namun ada rencana kita membuat kajian untuk revisi Perda pajak itu,” ujar Indra kepada Tribun Selasa (23/1).

Sebagaimana pendekatan pajak BBM non subsidi ini dilakukan melalui pendekatan pajak terbesar, dimana ada pajak daerah 5 persen, dan 7,5 persen. Ini diberlakukan disaat BBM bersubsidi masih lancar pasokannya ke Riau yakni jenis premium.

Sedangkan saat itu hanya diberlakukan untuk non subsidi jenis Pertamax. Karena saat itu pengguna BBM jenis pertamax hanya kalangan masyarakat mampu.

Namun seiring berjalannya waktu, BBM jenis Premium pasokannya berkurang dan akhirnya digantikan Pertalite yang merupakan BBMNon subsidi, sehingga penerapan pajak 10 persen diberlakukan.

Saat ini kajian teknisnya tengah dipersiapkan, yang kemudian revisi Perda diajukan ke DPRD untuk dibahas dan disepakati. Ini karena melihat kondisi yang terjadi di lapangan adanya penolakan dari masyarakat.

“Kami Bapenda mengikuti Perda yang disepakati nantinya dengan Dewan. Karena memang tugas kita sebagai pelaksana bukan menetapkan. Kalau pajaknya turun, tentu kita mengutip sesuai Perda,” paparnya.

Kajian teknis yang dimaksud, terang Indra, membahas apa dampak dengan diturunkan pajak. Tentu semua perlu dibahas dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait lainnya, seperti Dinas ESDM Riau dan Biro Perekonomian Setdaprov Riau.

“Apa dampak kalau pajak diturunkan. Apakah dengan pajak 7-8 persen misalnya penghasilan daerah masih sama dengan konsumsi BBM dinaikan. Makanya perlu dikaji dan dihitung,” ujarnya.

Sementara terkait adanya kenaikan BBM jenis Pertalite saat ini dari biasanya Rp7. 900 menjadi Rp8000 bukan karena kebijakan Perda pajak tersebut, melainkan kebijakan nasional yang menaikkan harga.

“Pajak Partalite tidak ada naik, masih kebijakan lama 10 persen. Namun karena harga Partalite dari Pertamina naik, tentu naik pula perhitungan harga jualnya,” kata Indra.

Dia mengatakan, di dalam BBM Partalite yang masuk komponen harga jual yakni Pajak Bahan Bajak Kenderaan Bermotor (PBBKB), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan 10 persen.

“Jadi kalau pajak Partalite tetap, tak ada kenaikan. Untuk non subsidi tetap 10 persen pajaknya dan subsidi 5 persen. Kalau sebelumnya harga Partalite Rp7.900 per liter naik menjadi Rp8.000,” jelasnya.

Sumber : tribunnews.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar