
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menganggap kebijakan yang dikeluarkan Vietnam hanya untuk melindungi produk otomotif dalam negerinya. Jika harus mengikuti aturan, Indonesia sudah siap. Apalagi dengan fasilitas uji kelayakan yang jauh lebih baik dari Vietnam.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi memandang aturan bea masuk 10 persen buru-buru diselesaikan. Sebab tahun ini Vietnam bergabung dengan Forum Ekonomi Asean 6. Seharusnya dalam forum tersebut tidak diperkenankan menerapkan bea masuk.
Yohannes yakin Indonesia siap jika harus mengikuti aturan main Vietnam. Terutama soal kewajiban pelampiran sertifikat kualitas pabrik dan uji kelayakan dari negara pengekspor. Standar emisi nasional bahkan sudah menerapkan standar emisi Euro IV.
“Fasilitas uji kelayakan kita lebih lengkap dan lebih bagus ketimbang Vietnam. Standar emisi nasional sudah setara dengan Vietnam,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta belum lama ini.
Yohannes mengatakan, regulasi tersebut membuat sejumlah pabrikan mobil di Indonesia batal ekspor mobil. Berdasarkan laporan Gaikindo, ada 9.337 unit kendaraan yang batal diekspor ke Vietnam selama Desember 2017-Maret 2018 dengan potensi kehilangan pendapatan mencapai Rp 2,49 triliun.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak tinggal diam, dan meminta klarifikasi ke Duta Besar Vietnam untuk Indonesia. Jawabannya, Decree 116 bertujuan untuk mendorong investasi di dalam negeri.
Tak puas, Kemendag membawa persoalan ini ke tingkat kepala negara. Di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Negara Asia Tenggara-India di New Delhi, Presiden Joko Widodo meminta Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuân Phúc memberikan kesempatan kepada Indonesia mempelajari aturan dan kebijakan nomor 116 tersebut.
Pertimbangannya, ada perbedaan standardisasi dan peraturan di antara kedua negara, termasuk pemberian masa transisi bagi negara pengekspor lainnya. Sehingga dibutuhkan waktu dan biaya besar untuk memenuhi ketentuan tersebut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengungkapkan, Indonesia tengah menyiapkan strategi atas penerbitan regulasi impor untuk mobil penumpang (HS 8703) atau mobil utuh (completely built-up/CBU) oleh Vietnam. Langkah ini dilakukan karena regulasi impor yang diterbitkan Vietnam tersebut membuat ekspor mobil penumpang Indonesia ke Vietnam terancam terhenti.
“Pemerintah Indonesia sangat keberatan dengan regulasi tersebut dan akan melakukan pendekatan persuasif dan melobi otoritas di Vietnam. Saat ini telah dibentuk tim Delegasi RI yang akan dipimpin langsung oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan untuk melakukan negosiasi dan melobi pihak Vietnam,” jelas Oke.
Tim Delegasi RI yang terdiri dari unsur Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, dan Gaikind direncanakan bertolak ke Vietnam pada 26 Februari 2018.
Regulasi impor yang dikeluarkan Vietnam melalui Decree No. 116/2017/ND-CP (Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import Of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services) mengatur sejumlah persyaratan untuk kelaikan kendaraan termasuk emisi dan keselamatan. Regulasi ini mulai berlaku pada 1 Januari 2018.
“Persyaratan yang ditetapkan Vietnam berpotensi membuat ekspor mobil penumpang Indonesia ke Vietnam terancam terhenti. Dengan pemberlakuan Decree 116 tersebut, potensi ekspor yang hilang diprediksi mencapai 85 juta dolar ASselama periode bulan Desember 2017-Maret 2018,” tandas Oke.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan komentar