Agen Perjalanan Nilai Gratis PPN Tak Kurangi Biaya Haji

Asosiasi perjalanan ibadah haji dan umrah menilai kebijakan gratis PPN jasa perjalanan ibadah keagamaan tak ampuh mengurangi beban biaya haji dan umrah.

Asosiasi agen perjalanan ibadah haji dan umrah menilai kebijakan gratis pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa perjalanan ibadah keagamaan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak cukup ampuh mendongrak permintaan.

Kemungkinan dengan kebijakan tersebut, pertumbuhan bisnis perjalanan ibadah haji dan umrah tidak mengalami pertumbuhan pada tahun ini.

Ketua Umum Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) Syam Resfiadi mengakui bebas PPN final sebesar 1 persen yang sebelumya dibebankan kepada agen perjalanan akan sedikit memberi nafas bagi pelaku usaha di sektor ini.

Hanya saja, kebijakan ini tidak cukup untuk menyelamatkan bisnis dari potensi kerugian yang terjadi akibat virus corona.

“Tahun ini belum tumbuh, tapi merosot, karena hanya 1 persen saja dari harga paket (perjalanan ibadah haji dan umrah),” ucap Syam kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/7).

Selain dari corona, bisnis juga mendapatkan tekanan dari kebijakan pemerintah Arab Saudi yang menaikkan PPN dlari 5 persen menjadi 15 persen mulai Juli 2020. Hal ini, sambungnya, akan membuat beberapa komponen biaya penyusun harga paket perjalanan haji dan umrah meningkat.

“Kerajaan Saudi Arabia menaikkan pajak, ini malah menambah harga komponen paket,” imbuhnya.

Belum lagi, ada potensi peningkatan biaya komponen penyelenggaraan haji dan umrah akibat penerapan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran virus corona atau covid-19.

Potensi peningkatan biaya bisa terjadi mulai dari tiket perjalanan Jakarta-Jeddah pulang pergi, akomodasi hotel, sewa tenda di Arafah dan Mina, transportasi selama perjalanan ibadah, hingga biaya rapid test atau swab test.

Secara total, ia memperkirakan kenaikan biaya di masing-masing pos bisa membuat paket perjalanan ibadah haji dan umrah naik sekitar 35 persen sampai 50 persen dari tarif normal saat ini.

Atas proyeksi itu, ia memperkirakan pertumbuhan bisnis agen perjalanan haji dan umrah akan rendah pada 2020 dan 2021.

“(Pada) 2022 insyaallah baru bangkit lagi,” katanya.

Kendati begitu, Syam mengapresiasi kebijakan Sri Mulyani. Sebab setidaknya bisa memberikan kepastian bagi agen perjalanan yang selama ini dibebankan PPN final 1 persen untuk semua jenis perjalanan ibadah keagamaan, mulai dari ibadah umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga Khonghucu.

“Dulu kena semua 1 persen final dengan dasar yang kurang kuat, namun dengan PMK terbaru ini maka kami travel jadi jelas mana yang kena dan mana paket yang tidak kena,” ujarnya.

Di sisi lain, Syam juga mengeluhkan urusan administrasi dari pungutan pajak tersebut. “Pajak 1 persen memang tidak besar jika dibebani dari harga paket, namun administrasinya ribet jadi kami tidak paham dan jelas,” ungkapnya.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Nizar menjelaskan kebijakan bebas pungutan PPN final 1 persen terhadap jasa perjalanan ibadah keagamaan merupakan usulan dari kementeriannya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Usulan itu diajukan karena kementerian menilai bahwa umrah merupakan perjalanan ibadah keagamaan dan bukan perjalanan wisata biasa.

Sementara Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menyatakan ada pengecualian PPN terhadap kelompok jasa. Salah satunya jasa di bidang agama.

Maka dari itu, Kementerian Agama meminta DJP Kementerian Keuangan untuk memberikan pengecualian pungutan PPN terhadap semua jasa perjalanan ibadah keagamaan, termasuk haji dan umrah.

“Pasal 1 UU 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga mendefinisikan umrah sebagai kegiatan ibadah berupa berkunjung ke Baitullah di luar musim haji dengan niat melaksanakan umrah yang dilanjutkan dengan melakukan tawaf, sai, dan tahallul,” tutur Nizar.

“Sehingga jemaah yang akan melaksanakan ibadah umrah maupun PPIU yang menyelenggarakan mestinya tidak dikenakan pajak,” sambungnya.

Sri Mulyani melalui PMK 92/2020 membebaskan pajak untuk beberapa kegiatan keagamaan. Jasa yang bebas dari pungutan PPN terdiri dari jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan.

Jasa lainnya di bidang keagamaan meliputi jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah oleh biro perjalanan ibadah.

“Jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Peraturan menteri ini mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” tulis Sri Mulyani dalam beleid tersebut.

Jasa penyelenggaraan ibadah keagamaan oleh pemerintah meliputi jasa penyelenggaraan haji reguler dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah ke Kota Makkah dan Madinah.

Sementara untuk jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah oleh biro perjalanan ibadah meliputi penyelenggaraan ibadah haji khusus atau umrah ke Kota Makkah dan Kota Madinah.

Untuk jasa penyelenggaraan ibadah haji khusus dan umrah dilakukan biro perjalanan wisata yang telah memiliki izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.

Lalu, juga berlaku untuk jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem dan Kota Sinai untuk peserta perjalanan yang beragama Kristen.

Kemudian, berlaku pula untuk jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Vatikan dan Kota Lourdes kepada peserta perjalanan yang beragama Katolik. Selanjutnya, untuk jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Uttar Pradesh dan Kota Haryana kepada peserta perjalanan beragama Hindu.

Begitu juga untuk jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya dan Kota Bangkok bagi peserta beragama Buddha. Terakhir, juga bagi jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Qufu kepada peserta perjalanan yang beragama Khonghucu.

Sementara bagi jasa penyelenggaraan ibadah keagamaan yang mempunyai layanan perjalanan ke tempat lain yang non ibadah akan tetap dikenakan PPN. Kecuali perjalanan ke tempat lain dilakukan dalam rangka transit dan tercantum dalam penawaran jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah.

Sumber: CNNindonesia

http://www.pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: