Rekening Wajib Lapor Naik dari Rp 200 Juta Jadi Rp 1 Miliar

Jakarta. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati merevisi aturan tentang kewajiban bagi lembaga keuangan untuk melaporkan data rekening nasabahnya kepada Ditjen Pajak. Jika semula batas minimumnya adalah Rp 200 juta, kini jumlahnya naik menjadi Rp 1 miliar ke atas.

“Mempertimbangkan data rekening perbankan, data perpajakan, termasuk yang berasal dari program amnesti pajak (tax amnesty), serta data pelaku usaha, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan secara berkala dari semula Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar,” kata Sri Mulyani dalam keterangan resmi yang dikeluarkan di Jakarta, Rabu (7/6) malam.

Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad memastikan aturan tersebut tidak akan memicu pelarian modal (capital flight). Aturan ini justru akan memberikan banyak manfaat, bukan saja bagi masyarakat dan industri jasa keuangan di dalam negeri, tapi juga bagi perekonomian nasional.

Pada 31 Mei lalu, Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Ini merupakan juklak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Perppu 1/2017 diikeluarkan sebagai tindak lanjut kesepakatan tentang pertukaran informasi keuangan secara otomatis (automatic exchange of information/AEOI) yang telah ditandatangani negara-negara G-20, termasuk Indonesia. Ada 94 negara yang harus menerapkan kesepakatan itu, di mana 55 di antaranya harus menerapkan pada 2017, sedangkan sisanya pada 2018. Indonesia termasuk negara yang akan menerapkan kesepakatan itu pada 2018, sehingga perangkat hukumnya sudah harus siap pada Juli tahun ini.

Sebelumnya, berdasarkan PMK 70/2017, perbankan wajib melaporkan seluruh rekening nasabah orang pribadi domestik yang memiliki saldo minimal Rp 200 juta dengan rekam saldo akhir rekening per tanggal 31 Desember 2017, paling lambat pada akhir April 2018. Sedangkan rekening entitas wajib dilaporkan tanpa merujuk batasan saldo minimal.

Adapun di bidang jasa keuangan sektor perasuransian, data nasabah yang wajib dilaporkan adalah yang memiliki nilai pertanggungan paling sedikit Rp 200 juta. Di sisi lain, data nasabah sektor pasar modal dan perdagangan berjangka komoditas wajib dilaporkan tanpa batasan saldo minimal.

Aturan itu juga menggariskan, bagi nasabah entitas luar negeri, saldo yang wajib dilaporkan adalah US$ 250.000 ke atas. Sedangkan rekening tabungan orang pribadi luar negeri tidak ada pembatasan saldo minimum untuk dilaporkan kepada DJP untuk pemeriksaan perpajakan. Pelaporan tersebut berlaku untuk rekening yang telah dimiliki entitas dan telah dibuka sebelum 1 Juli 2017.

Kebijakan ini bertujuan meningkatkan basis data Ditjen Pajak untuk menggali potensi pajak yang sebenarnya, mendeteksi risiko kecurangan yang dilakukan korporasi, mendeteksi risiko kecurangan yang dilakukan individu ultrakaya, serta sebagai instrumen untuk mencegah praktik penghindaran pajak berganda.

Indonesia memilih bergabung dengan AEOI. Jika tidak, Indonesia akan dinyatakan sebagai negara yang gagal memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis. Predikat tersebut dapat mengakibatkan kerugian yang signifikan, seperti menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G-20 dan anjloknya kepercayaan investor karena Indonesia dapat dianggap sebagai negara tujuan penempatan dana-dana ilegal.

Tak Perlu Resah
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, revisi dilakukan setelah pemerintah mendengar dan memperhatikan masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lain agar kebijakan tersebut lebih mencerminkan rasa keadilan.

“Aturan ini juga mesti lebih menunjukkan keberpihakan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta memperhatikan aspek kemudahan administratif bagi lembaga keuangan untuk melaksanakannya,” tuturnya.

Dengan perubahan batasan minimum wajib lapor menjadi Rp 1 miliar, menurut menkeu, jumlah rekening yang wajib dilaporkan berjumlah sekitar Rp 496.000 rekening atau 0,25 persen dari keseluruhan rekening yang ada di perbankan saat ini.

Menkeu menegaskan, masyarakat tidak perlu resah dan khawatir karena penyampaian informasi keuangan itu tidak berarti uang simpanan nasabah akan serta-merta dikenakan pajak. Tujuan pelaporan informasi keuangan ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap sesuai standar internasional. “Dengan begitu, Indonesia dapat berpartisipasi dalam penukaran informasi keuangan dengan negara lain,” ujarnya.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, menjamin kerahasiaan data masyarakat yang disampaikan lembaga keuangan kepada Ditjen Pajak. Petugas Ditjen Pajak yang membocorkan rahasi wajib pajak (WP) atau menggunakan informasi itu untuk tujuan selain pemenuhan kewajiban perpajakan bakal dikenai sanksi pidana sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan (UU KUP) berupa ancaman penjara lima tahun.

Meski demikian, menkeu tidak memerinci kapan PMK baru diterbitkan sebagai revisi atas PMK Nomor 70 Tahun 2017.

Tidak Akan Lari
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan BI telah mengkaji sensitivitas aturan itu terhadap simpanan di bank umum, meski yang dikaji sebatas untuk simpanan pada rentang Rp 2 miliar hingga Rp 10 miliar di bank umum. “Kami lihat sensitivitas, kami lihat dampak merambat ke yang lain sudah terkendali dengan baik,” katanya.

Dia mengungkapkan, jika ada dampaknya terhadap likuiditas, BI akan menjamin dalam bentuk pemberian pembiayaan likuiditas sementara. “Kami enggak yakin akan berpengaruh ke likuiditas perbankan. Kalau ada, kami akan hadir dalam bentuk temporary liquidity financing,” tegasnya.

Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi Moneter BI Dodi Budi Waluyo menambahkan, nasabah tidak perlu panik karena beleid ini bertujuan meningkatkan kepatuhan perpajakan semata. “Tujuan PMK ini sangat positif, yaitu untuk keperluan perpajakan, di antaranya demi meningkatkan ketaatan WP dalam memenuhi kewajibannya. Kami juga yakin data yang dilaporkan hanya untuk keperluan otoritas dan tidak di-disclose ke pihak lain,” katanya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad juga meyakini aturan pemerintah ini tidak berisiko memicu perpindahan dana nasabah ke luar negeri. Soalnya, negara-negara lain juga bakal mengirimkan data keuangan nasabah asing kepada otoritas pajak di negaranya masing-masing. “Ini terkait dengan pelaksanaan AeoI,” tegasnya.

Meski data nasabah bakal dibuka untuk Ditjen Pajak, Muliaman meyakinkan bahwa bank sentral akan berkoordinasi dengan menkeu guna menetapkan protokol yang ketat agar data nasabah tetap terjaga kerahasiaannya. Detail mengenai prosedur dan protokol kerahasiaan data nasabah ini bakal dituangkan dalam PMK. “Data ini di luar perpajakan tetap rahasia dan mendapat jaminan,” ucapnya.

Muliaman mengemukakan, OJK juga akan mengkaji keperluan merevisi aturan yang ada atau membuat aturan teknis khusus untuk mendukung Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. “Nanti kami lihat. Dengan lahirnya perppu, mungkin ada yang enggak cocok juga,” tuturnya.

Sumber: beritasatu.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar