Sejumlah lembaga peringkat internasional sedang mengevaluasi sejumlah indikator yang menjadi dasar pertimbangan mereka menetapkan peringkat ataurating surat utang Indonesia. Dalam beberapa bulan ke depan, peringkat surat utang Indonesia diharapkan kembali meningkat. Perbaikan rating dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia.
Pada Desember 2017, lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menaikkan (upgrade) peringkat utang Indonesia menjadi BBB dari sebelumnya BBB- dengan outlook tetap stabil. Peringkat itu adalah satu tingkat di atas batas bawah kategori layak investasi atau investment grade. Fitch menilai ketahanan Indonesia terhadap guncangan eksternal terus menguat dalam beberapa tahun terakhir, karena kebijakan makroekonomi secara konsisten diarahkan untuk menjaga stabilitas.
Selain itu, Fitch juga melihat kebijakan nilai tukar yang lebih fleksibel sejak pertengahan 2013 telah membantu menumbuhkan cadangan devisa hingga US$ 126 miliar pada November 2017 untuk tujuh bulan pembayaran utang, dibandingkan dengan rata-rata negara yang menerima rating BBB sebesar enam bulan. Kebijakan moneter Indonesia dinilai cukup disiplin untuk membatasi arus keluar modal selama periode yang bergejolak.
Sedangkan langkah-langkah kebijakan makro yang berhati-hati dinilai telah membantu menekan kenaikan tajam utang luar negeri perusahaan. Perbaikan pasar keuangan juga meningkat, seiring dengan stabilitas pasar yang membaik. Fokus menjaga stabilitas makro ekonomi juga menjadi bukti asumsi anggaran dalam APBN yang kredibel dalam beberapa tahun terakhir.
Setelah kenaikan rating dari Fitch Ratings, kini yang ditunggu adalah perbaikan rating dari lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P). Rating dari S&P dinilai paling bergengsi di antara lembaga pemeringkat lainnya. Dalam penilaian terakhir pada Mei 2017, S&P menaikkan peringkat surat utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) dengan tingkat BBB- dari sebelumnya BB+, dan berprospek stabil (stable).
Secara umum, lembaga pemeringkat mempertimbangkan lima indikator dalam membuat peringkat. Pertama, fundamental ekonomi sebuah negara. Artinya, seberapa besar kekuatan ekonomi menghasilkan pertumbuhan, apakah stabil, dan prospeknya seperti apa. Indikator kedua adalah terkait moneter dan keuangan. Indikator ketiga yakni ketahanan fiskal, yang mencakup bagaimana pemerintah suatu negara mengendalikan defisit dan pengelolaan pembiayaan fiskal.
Sedangkan indikator keempat adalah ketahanan eksternal, antara lain terkait penurunan defisit transaksi berjalan dan kecukupan cadangan devisa. Terakhir, yang dijadikan indikator adalah kemampuan institusional. Hal ini terkait kemampuan Indonesia tidak hanya merumuskan namun juga mengimplementasikan reformasi struktural.
Jika menilik kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, baik dari sisi APBN maupun dari sisi moneter yang dibuat oleh Bank Indonesia (BI), bukan tidak mungkin rating Indonesia kembali meningkat. Peluang kenaikan rating itu bisa terwujud dengan syarat mengendalikan defisit fiskal di bawah 3% dan mengoptimalkan penerimaan pajak.
Selama ini persentase defisit anggaran masih dalam tren meningkat dalam lima tahun terakhir. Defisit tersebut juga berpotensi tinggi pada tahun ini mengingat ada gap yang cukup tinggi antara realisasi pajak 2017 dan target pajak 2018. Penerimaan pajak 2018 terancam mengalamiTidak hanya itu, defisit transaksi berjalan juga perlu ditekan dengan meningkatkan kinerja ekspor. Melemahnya daya beli masyarakat juga harus dibenahi dan prospek pertumbuhan ekonomi harus diperbaiki.
Kemudahan berbisnis seperti kemudahan perizinan dan birokrasi harus terus diperbaiki. Peringkat kemudahan berusaha (doing business) Indonesia kini berada di posisi 72 dari 190 negara.
Pemerintah harus terus memperbaiki iklim usaha dan upaya untuk menstimulasi sektor swasta. Sekarang ini banyak pelaku usaha yang wait and see karena tahun politik. Banyak pebisnis yang takut memulai usahanya karena mereka masih menunggu arah kebijakan dari kepemimpinan nasional yang baru. Mereka takut kalau kebijakan berubah di bawah kepemimpinan baru.
Kita membutuhkan kenaikan peringkat utang guna meningkatkan kepercayaan investor asing dalam menanamkan dananya di Indonesia. Selain itu, kenaikan rating mencerminkan risiko utang Indonesia dinilai lebih aman bagi investor. Hal itu terbukti dari penerbitan perdana surat utang global berdenominasi rupiah milik PT Jasa Marga (Persero) Tbk –yang diberi nama Komodo Bond– yang berhasil menarik minat investor global.
Permintaan Komodo Bond yang dicatatkan di Bursa Efek London (LSE) mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hampir empat kali, meski dengan tingkat imbal hasil shortfall karena tidak ada lagi tax amnesty, sehingga pemerintah harus lebih kreatif mencari sumber penerimaan baru.(yield) yang tidak terlalu tinggi.
Sumber : beritasatu.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar