JAKARTA. Pemerintah akhirnya resmi merilis payung hukum pemberian fasilitas pembebasan pajak alias tax holiday. Insentif bebas pajak itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Ada beberapa poin penting dalam peraturan yang diundangkan 4 April itu. Antara lain: terkait kepesertaan. Perusahaan lama yang ingin ekspansi bisa mengajukan tax holiday. Jadi, tidak terbatas pada perusahaan baru.
Besaran pengurangan pajak penghasilan badan ditetapkan seragam 100%. Padahal, dalam peraturan sebelumnya, persentase pengurangan tax holiday memiliki rentang 10% sampai 100%.
Cakupan industri yang bisa memanfaatkan fasilitas tax holiday ini juga lebih banyak. Bila sebelumnya hanya delapan sektor industri, kini menjadi 17 industri.
Pelaku industri rame-rame menyokong aturan ini. “Ini berita bagus dan akan kami sosialisasikan ke para stakeholder petrokimia,” kata Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Senin (9/4).
Vincent Harijanto, Ketua Litbang Perdagangan dan Industri Bahan Baku GP Farmasi Indonesia, menambahkan, PMK ini diharapkan meningkatkan investasi sektor bahan baku. Apalagi saat ini dua perusahaan farmasi yang merencanakan ekspansi, yakni Kalbe Farma dan Kimia Farma.
Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry (IISIA) Hidayat Triseputro menilai kebijakan ini akan berdampak baik bagi keberadaan industri baja.
Hanya, tidak semua sektor industri mendukung penerapan kebijakan ini. Direktur Green Finance Asia South Pole Paul Butarbutar mengatakan, untuk investasi energi terbarukan, persyaratan kebijakan ini tidak menarik. Sebab, nilai penanaman modal paling sedikit Rp 500 miliar. “Dana Rp 500 miliar hanya untuk investasi dengan kapasitas lebih besar dari 10 megawatt (MW). Di bawah 10 MW, investasinya maksimal Rp 350 miliar,” kata Paul.
Ketua Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Riza Husni menambahkan, untuk industri di sektor energi terbarukan seharusnya juga mendapat kelonggaran, yakni memberi diskon untuk nilai investasi atau tambahan investasi senilai Rp 30 miliar hingga Rp 40 miliar. “Artinya PLTMH atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 2 MW bisa tercakup di insentif ini,” kata Riza.
Masalah lain adalah intervensi pemerintah yang semarak belakangan ini di industri pangan, pertambangan, juga pengaturan margin distributor bahan bakar minyak. Insentif ini dikhawatirkan menjadi alat masuk intervensi lebih dalam ke swasta.
Sumber: Harian Kontan
Kategori:Berita Ekonomi
Tinggalkan Balasan