JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengaku kecewa dengan realisasi proyek pembangkitan listrik 35 ribu mw. Selama sembilan bulan, pembangkit yang beroperasi (commercial operation date/COD) baru 36 persen dari target tahun ini.
Pada saat yang sama, pembangkit yang termasuk proyek kelistrikan 20 ribu mw juga baru terealisasi 83 persen dari target hingga akhir tahun ini. ’’Dengan demikian, realisasi COD masih di angka 9,4 persen dari target keseluruhan (35 ribu mw, Red),’’ kata Jokowi dalam rapat kabinet terbatas di kantor presiden, kemarin.
Presiden mempertanyakan hambatan sehingga realisasi proyek ambisius tersebut jauh dari target. ’’Apakah investornya, apakah perizinan yang masih berbelit, pembebasan lahan, PPA (power purchase agreement, Red), atau di financial close-nya,’’ lanjut Jokowi.
Berdasar data yang masuk ke mejanya, 71 di antara total 109 proyek pembangkit baru berupa rencana dan pengadaan. Ada juga pembangkit yang sudah disepakati harga jual listriknya, tetapi investornya belum mendapatkan pendanaan dari bank (financial close). Karena hambatan itu, proyek-proyek tersebut belum bisa masuk tahap konstruksi.
Dia juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memberikan laporan tentang 34 proyek pembangkit listrik yang sudah mangkrak 7–8 tahun. Jokowi meminta rekomendasi apakah proyek-proyek itu bisa dilanjutkan.
’’Kalau memang tidak bisa diteruskan, ya sudah. Saya akan bawa ke KPK karena proyek tersebut menyangkut uang yang gede sekali,’’ lanjut mantan wali kota Solo.
Kemarin Jokowi juga membahas secara khusus sejumlah pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan. Secara khusus, Jokowi menghadirkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Risma dihadirkan karena Surabaya memiliki pembangkit listrik tenaga sampah di TPA Benowo yang berjalan sejak 2015.
Setelah rapat, Risma menyampaikan bahwa dirinya memaparkan kondisi PLTSA Benowo. Harga jual listrik yang dihasilkan PLTSA Benowo ke PLN hanya sekitar USD 9 sen per kwh. Padahal, di Solo, pemda setempat meminta agar PLN menghargai listriknya USD 17 sen per kwh. ’’Aku juga minta sama seperti itu (Solo, Red.) supaya tipping fee (anggaran pengelolaan sampah, Red) ke daerah juga turun,’’ tuturnya.
Selama ini kekurangan pembayaran listrik ditalangi kas daerah. Tahun ini saja, anggaran di APBD Surabaya untuk tipping fee PLTSA Benowo Rp98 miliar. ’’Kalau harga di PLN menyesuaikan, nanti kami juga menurunkan tipping fee,’’ lanjut Risma.
Dirut PLN Sofyan Basir memastikan PLN terus bekerja keras untuk mewujudkan megaproyek kelistrikan 35 ribu mw. Dia menyebutkan, sampai saat ini, proyek yang sudah financial close mencapai 5 ribu mw, sedangkan progres pembangkitan mencapai 41 persen.
’’Belum ada yang COD. Masih dalam proses pembangunan,’’ tuturnya.
Sementara itu, mantan dirut BRI tersebut menyebutkan, transmisi sudah selesai 48 persen. Realisasi proyek itu dinilai cukup besar karena butuh pembebasan lahan pembangunan tapak pondasi. Di sisi lain, pemasangan kabel tidak termasuk pekerjaan yang memakan waktu lama.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengaku tidak yakin proyek kelistrikan 35 ribu mw bisa selesai tepat waktu. Dia mengaku telah membicarakan rendahnya peluang realisasi tersebut dengan presiden. ’’Saya bilang (proyek yang bisa terbangun, Red) under 18 ribu mw,’’ katanya.
Jonan menilai selesai separo dalam waktu lima tahun sudah bagus. Salah satu penghambat adalah waktu perizinan. Dia meminta Ditjen Ketenagalistrikan mempercepat proses. Bahkan, kalau PLN tidak sanggup, proyek akan dialihkan ke swasta.
Sumber: RADARTEGAL
Kategori:Artikel

Tinggalkan komentar