
Audit Ernst and Young, penghasilan Google di Indonesia Rp 187,5 miliar
JAKARTA. Upaya mengejar pajak dari Google memasuki babak baru. Dari dokumen pajak audited yang diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak, perusahaan multinasional sekelas Google hanya membayar pajak senilai Rp 5 miliar di tahun 2015.
Pajak itu bersumber dari pajak penghasilan (PPh) badan atas pendapatan bisnis PT Google Indonesia (Google) yang diakui hanya Rp 187,5 miliar. Lebih rinci, laporan kinerja Google yang telah di audit Ernst & Young LLP itu, nilai pajak Google berasal dari 25% penghasilan kena pajak senilai Rp 20,88 miliar.
Dalam dokumen yang terbit 11 Februari 2017 itu, pembayaran pajak Google 2015 di Indonesia turun dibandingkan 2014 sebesar Rp 7,7 miliar.
Fakta ini jelas mengejutkan. Pasalnya, nilai pajak yang dibayarkan Google tahun 2015 tidak sebanding dengan kontribusi pendapatan Google Indonesia di Asia Pasifik.
Pada dokumen pajak Google yang KONTAN dapat tampak, Google Asia Pasific Pte. Ltd (GAP) membukukan total pendapatan senilai US$ 109,2 juta dari klien di Indonesia pada tahun 2015. Sebanyak 10 besar klien Indonesia berkontribusi 55% dari pendapatan perusahaan itu. Ini setara dengan US$ 60 juta.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan, Ditjen Pajak telah menerima data pajak audited Google Indonesia. “Ya, betul sudah terima,” ucapnya, Selasa (4/4). Pekan lalu, Ditjen Pajak juga sempat bertemu Google untuk membahas kelanjutan pembayaran tunggakan pajak ini.
Namun, Haniv masih enggak membeberkan hasil dari pertemuan itu. Yang jelas, taksiran aparat pajak, pembayaran pajak Google Indonesia harusnya sebesar Rp 450 miliar per tahun. Hitungan itu berdasar asumsi margin keuntungan Google di Indonesia Rp 1,6 triliun – Rp 1,7 triliun per tahun dari total penghasilan Rp 5 triliun per tahun.
Hanya Direktur Eksekutif lembaga Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bilang, bila Google telah menyerahkan dokumen audited seharusnya pemerintah memakai hitungan dokumen itu. “Harusnya data yang ini (audited) dipakai, bukan angka lain karena in officially di-submit perusahaan, termasuk ke otoritas pajak Singapura,” katanya.
Menurutnya, data yang diserahkan Google lebih akurat dan legal ketimbang angka yang beredar selama ini. Pajak harus merevisi data pajak agar penyelesaian pajak Google ada kemajuan. “Pemerintah harus realistis, lah, “ ujarnya.
Persoalannya, Ditjen Pajak ingin menarik Google Asia Pasific sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, meski praktiknya aktivitas bisnis dilakukan Google Indonesia. Salah satunya dengan keberadaan server di Indonesia. Hanya, kata Yustinus, ini tak bisa dilakukan karena terhalang tax treaty Indonesia dan Singapura. “ Tak mungkin Indonesia menarik laba usaha yang jadi hak Singapura,” tandas Yustinus.
Sumber : Kontan, Rabu, 5 Apr 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar