Bila dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta jiwa hal ini memberikan potensi yang cukup baik bagi bisnis rumah sakit. Populasi ini tidak berimbang bila dibandingkan dengan jumlah rumah sakit yang ada sekarang.
Itu sebabnya kebutuhan layanan kesehatan terbilang besar. Maka dari itu, sejumlah perusahaan tertarik masuk ke bisnis-bisnis rumah sakit. Meski potensi pasar cukup besar tapi secara segmentasi harus diperhatikan. Kalau hanya menyasar kelas menengah atas tentu kurang efektif karena kecendrungan segmen ini berobat ke luar negeri yang lebih terjamin perawatannya kerena ditungjang fasilitas berteknologi canggih.
Sebuah rumah sakit harus memiliki empat hal yakni pelayanan, kenyamanan, peralatan kesehatan, dan sumber daya manusia. Bila salah satu faktor timpang, maka kinerja rumah sakit tidak akan bagus.
Meski bisnis ini cukup menjanjikan, risiko utama yang paling berat adalah menjaga citra baik. Bila suatu rumah sakit melakukan kesalahan, misalnya malpraktek atau salah diagnosa, maka reputasi mereka akan turun.
Yang pasti, investasi untuk membangun rumah sakit tidak sedikit. Namun, banyak skema pembiayaan yang bisa dipilih untuk modal pembangunan rumah sakit. Misalnya, pinjaman dana ke bank dengan jaminan aset yang bisa berupa tanah, gedung, maupun peralatan kesehatan.
Bagi perusahaan emiten, pencarian biaya untuk bisnis rumah sakit akan lwbih mudah karena sudah memiiki akses pendanaan. Selain pinjaman bank, mereka bisa right issue, menerbitkan surat utang, baik obligasi jangka panjang, maupun jangka pendek, dan bisa mengajak pihak asing untuk berinvestasi.
Mangenai jangka waktu balik modal, sangat tergantung dari empat faktor yang dijabarkan di atas dan ditambah lokasi rumah sakit serta segmentasi yang diincar. Bila rumah sakit mengincar semua segmen, maka peluang mencapai mencapai breakeven lebih cepat, dalam 2,5 tahun hingga 3 tahun.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:bisnis
Tinggalkan Balasan