
Rencana pemerintah untuk menarik pajak dari bisnis online atau e-commerce mendapat dukungan dari pengusaha muda. Namun, aturan pajak tersebut didorong agar membidik juga e-commerce asing sehingga bisa memperkuat pengusaha lokal.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Tax Center Ajib Hamdami mengatakan, keberpihakan kepada pengusaha dan investor lokal bisa dimulai dari perpajakan. “Instrumen pajak merupakan pintu awal yang efektif untuk menjaga kedaulatan ekonomi negara di industri e-commerce,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, Hipmi mendukung penerapan pajak untuk e-commerce. Sebab perlahan-lahan pola belanja masyarakat semakin bergeser ke aplikasi online. Meski demikian, diharapkan sistem perpajakan e-commerce dirancang sedemikian rupa untuk mendorong kepemilikan pengusaha atau investor dalam negeri.
“Aturan pajak e-commerce yang tengah digodok pemerintah mesti mendorong peran pengusaha atau investor lokal,” ungkapnya.
Potensi pasar digital Indonesia di 2017 pada kisaran 32,5 miliar dolar AS atau Rp 436 triliun. Angka ini tumbuh sekitar 30-40 dari estimasi transaksi pada 2016 senilai 25 miliar dolar AS atau Rp 335 triliun.
Dengan nilai tersebut, kata dia, Indonesia menjadi pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara. Sayangnya, pasar tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh para pelaku e-commerce asing.
Ajib memaparkan, 50 persen pengeluaran dan investasi di Asia Tenggara berada di Indonesia yakni sebesar 9 miliar dolar AS atau Rp 120 triliun. “Pasar e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai 130 miliar dolar AS (Rp 1.744 triliun) pada 2020,” ungkap Ajib.
Dengan penetrasi internet yang sangat pesat, pertumbuhan pengguna smartphone yang massif, serta populasi yang terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menjadi incaran pihak luar. “Proteksi dan keberpihakan kepada pelaku atau investor lokal masih lemah,” tegas Ajib.
Apalagi, dari sisi supply ke industri e-commerce telah dikuasai pihak luar sebab industri di dalam negeri melemah. Namun di sisi demand, kata Ajib, jangan sampai pasar yang besar ini juga ikut dikuasai asing. “Sebab itu, kita dorong mulai dari sistem perpajakan bisa menjadi pendorong agar e-commerce lokal menguat,” tukas dia.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia Marianto meminta pemerintah untuk melakukan uji publik pajak e-commerce. “Uji publik penting dilakukan guna memastikan kebijakan tersebut tidak menghambat laju pertumbuhan pelaku usaha e-commerce,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah juga harus bersikap adil terhadap para pelaku e-commerce terkait dengan pajak yang akan diterapkan. “Saat ini kan aturannya belum bisa dikenakan pada UKM yang berjualan melalui media sosial pribadi baik pelaku dalam dan luar negeri,” tuturnya.
Menurut dia, perlakuan adil ini penting didetailkan oleh pemerintah antara e-commerce yang ada di marketplace dengan mereka yang ada di media sosial. Jika aturan tersebut tidak dibentuk maka ke depan akan semakin banyak platform yang sulit dijangkau pemerintah untuk dimintai pajak.
Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur idEA Bima Laga mengatakan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal sebelum menerapkan aturan pajak pada e-commerce. Termasuk dampak sosial dari aturan tersebut jika telah dijalankan.
“Dampak sosial, ketakutan terbesar idEA adalah shifting ke platform yang masih free dan enggak dijagain atau diawasi oleh pemerintah,” kata Bima.
Menurut Bima, saat ini berbagai pelaku e-commerce di Indonesia juga telah menanamkan nilai investasi yang besar guna mendorong berkembangnya industri perdagangan online. “Investasi e-commerce tidak sedikit dan impact sosial yang enggak sedikit, mereka sudah berusaha menerapkan pemerataan ekonomi digital,” paparnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pada prinsipnya, aturan mengenai pajak e-commerce ini untuk menciptakan kesetaraan usaha di Indonesia. Selain itu, memberikan pendapatan bagi negara. “Pajak yang berlaku untuk e-commerce dan konvensional adalah dibuat sama, terutama ini berhubungan dengan PPN,” kata dia.
Namun, aturan ini tidak untuk pajak penghasilan (PPh)yang akan dibedakan antara e-commerce dan konvensional. Untuk konvensional pemerintah saat ini menerapkan tarif PPh final sebesar 1 persen. Nantinya, untuk e-commerce hanya akan diterapkan tarif 0,5 persen.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar