Reformasi Pajak, Sri Mulyani Tagih Komitmen Negara Lain

Menteri Keuangan Sri Mulyani (Dok. Biro KLI-Kemenkeu)

Pemerintah mengakui, untuk mendorong kepatuhan dan penerimaan negara, reformasi pajak harus dilakukan. Namun untuk melakukan reformasi pajak, dibutuhkan negara lain untuk bisa saling bekerja sama.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebagai negara berkembang dengan jumlah populasi penduduk yang besar, pendapatan negara yang bersumber dari dalam negeri sangat penting untuk ditingkatkan.

“Mobilisasi sumber daya domestik penting dalam proses pembangunan di banyak negara yang juga menjadi anggota ADB [Asian Development Bank]. Juga termasuk Indonesia sebagai negara anggota,” kata Sri Mulyani di webinar ADB, Kamis (17/9/2020).

“Kami mereformasi pajak untuk meningkatkan tax ratio yang rendah, tetapi kami tidak dapat melakukannya sendiri,” kata Sri Mulyani melanjutkan.

Negara-negara berkembang yang memiliki karakter yang sama seperti Indonesia, kata Sri Mulyani juga bisa memperbaiki rasio pajaknya dengan caranya masing-masing. Namun, kerja sama dengan seluruh negara juga diperlukan.

Untuk diketahui, berdasarkan data ADB pada 2018, rata-rata rasio pajak di negara Asia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Rata-rata rasio pajak OECD mencapai 24,9 persen, sementara negara berkembang di Asia sebesar 17,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Rasio pajak terendah berada di Asia Tenggara, dengan rata-ratanya sebesar 14,8%. Begitu juga dengan Asia Selatan yang rata-rata rasio pajaknya hanya 15,3%.

Di Indonesia sendiri, Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah sudah mulai melakukan reformasi pajak demi meningkatkan rasio pajak. Misalnya, Indonesia selalu kooperatif membahas reformasi pajak pada pertemuan yang diinisiasi IMF, Bank Dunia, dan OECD.

“Indonesia juga terus bersiap memerangi praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba/base erosion and profit shifting (BEPS), serta menjalin banyak kerja sama persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) untuk mencegah penghindaran pajak karena Indonesia menganut ekonomi terbuka,” jelasnya.

Meski demikian, Sri Mulyani menekankan, tidak semua upaya reformasi pajak itu bisa dikontrol hanya dari dalam negeri. Dia menilai, Indonesia dan negara-negara di kawasan perlu saling bertukar pengalaman dan pengetahuan mengenai kebijakan reformasi pajak.

Disamping itu banyaknya kantor atau perusahaan asing di Indonesia, Indonesia membutuhkan pedoman perpajakan. Oleh karena itu, Sri Mulyani mengapresiasi atas inisiatif yang sudah ditawarkan oleh Presiden ADB, Masatsugu Asakawa yang telah membentuk hub Domestic Resource Mobilization (DRM) atau regional mobilisasi sumber daya domestik. Serta mengajak kerja sama pajak internasional di Asia dan Pasifik.

Dalam kesempatan yang sama, Masatsugu menjelaskan, hub tersebut akan berfungsi sebagai platform terbuka, di mana negara dan mitra pembangunan dapat berkolaborasi secara erat untuk berbagai pengalaman dan pengetahuan praktis, serta berkoordinasi dalam dukungan pembangunan.

“Dimulai dengan konferensi regional tingkat tinggi, kami akan berupaya untuk mempertemukan para praktisi dari badan kebijakan pajak dan administrasi perpajakan.”

“Saya percaya mendorong kolaborasi dan koordinasi yang lebih kuat antara kebijakan pajak suatu negara dan badan administrasi pendapatan diperlukan untuk meningkatkan transparansi dan prediktabilitas sistem pajak,” jelas Masatsugu.

Sumber: cnbcindonesia

http://www.pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: